"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2025/05/03

Apa yang membuat tim kita bertahan? [Bagian 1]

Bukan semata soal gaji yang tepat waktu, atau bonus yang sesekali cair. Bukan pula soal ruang kerja yang nyaman, atau sistem yang canggih. Pada akhirnya, tim bertahan karena mereka merasa dilihat, dihargai, dan disertai.

Sebagai pemimpin, tugas kita lebih dari sekadar memastikan target tercapai. Tim akan tetap memilih berjalan bersama kita jika mereka tahu bahwa pemimpinnya hadir, konsisten, dan adil. Mereka perlu merasa bahwa kita berdiri di barisan mereka, apalagi di saat-saat sulit. Mereka butuh tahu bahwa kita tak hanya muncul saat selebrasi pencapaian, tapi juga saat mereka jatuh, goyah, atau kelelahan di tengah jalan.

Tim bertahan karena mereka merasa punya tempat di dalamnya. Rasa memiliki itu bukan datang begitu saja; ia tumbuh ketika kita sebagai pemimpin mampu menanamkan rasa “kita satu keluarga”, bukan “aku atasan, kamu bawahan”. Kata-kata sederhana seperti “kita”, “bersama”, dan “terima kasih atas perjuanganmu” punya daya lekat yang jauh lebih besar dari yang kita kira.

Mereka bertahan ketika komunikasi bukan hanya turun dari atas, tapi juga mengalir ke atas. Ketika ide-ide mereka didengar, pendapat mereka dipertimbangkan, dan bahkan unek-unek yang terdengar kecil diberi ruang. Di saat itulah tim merasa suara mereka punya arti, dan eksistensi mereka bukan sekadar roda kecil dalam mesin besar.

Tekanan di dunia kerja, terutama di industri seperti BPO dan contact center, itu nyata. Target yang ketat, ekspektasi klien yang berubah-ubah, tuntutan yang tak pernah benar-benar turun. Tim bertahan ketika mereka tahu pemimpinnya menjadi tameng pertama; meredam tekanan sebelum sampai ke bawah, menyaring yang perlu, dan menyampaikan dengan cara yang membangun, bukan meluluhlantakkan.

Mereka bertahan juga karena ada ruang untuk tumbuh. Sekecil apa pun. Tidak selalu berarti promosi jabatan, tapi bisa berupa tantangan baru, pelatihan singkat, atau sekadar kepercayaan untuk menangani sesuatu yang lebih. Saat mereka merasa bergerak maju, walau pelan, semangat itu hidup.

Dan yang paling dalam, tim bertahan karena koneksi emosional yang terbangun. Loyalitas mereka, pada akhirnya, bukan pada logo perusahaan di papan nama. Tapi pada sosok pemimpin yang selama ini mereka percaya, yang memimpin dengan hati, yang hadir saat dibutuhkan. Mereka bertahan karena mereka tahu: "Di sini, aku punya orang yang mempedulikan aku bukan hanya sebagai pekerja, tapi sebagai manusia."

Itulah kenapa, dalam segala kesibukan dan tekanan, kita sebagai pemimpin perlu sesekali berhenti sejenak, menengok ke dalam, dan bertanya:
"Sudahkah aku menjadi alasan timku untuk bertahan hari ini?"

#refleksi #leadership
---

Artikel Menarik lainnya: 
Waktu Terbaik Menilai Konsistensi Agen Contact Center? Hari Pertama Setelah Cuti.
KSA: Fondasi Utama untuk Meraih Masa Depan di Dunia Kerja
Skip Level Meeting: Mendengar Suara Garis Depan
Masa Depan Contact Center: Mengutamakan Keamanan dan Privasi Data Pelanggan
Kedisiplinan Tinggi: Kunci Sukses di Dunia Contact Center
Peluang Industri BPO di Indonesia: Layanan Pelanggan Sebagai Pilar Utama
Meningkatkan Skor CSAT yang Disebabkan oleh Masalah Produk
Understanding and Addressing CSAT and AHT Issues in Contact Centers
Lima Komponen Utama Customer Care yang Efektif

Langkah Kecil di Usia 6 Tahun: Antara Ulang Tahun dan Ujian Hidup Pertama

Bismillah…

Hari ini kamu genap 6 tahun, nak.

Di hari yang sama, langkah kecilmu menuju jenjang baru dimulai —

Tes dan wawancara, gerbang awal menuju dunia belajar yang lebih luas.


Harapan kami sebagai orang tua…

Semoga Allah tuntun setiap langkahmu,

lapangkan hatimu dalam belajar, kuatkan akhlakmu dalam tumbuh,

dan jadikan kamu anak shalih yang cerdas, santun,

serta bermanfaat bagi banyak orang.


Tugas kami sebagai orang tua…

Bukan sekadar mengantarmu hari ini,

tapi membersamai setiap prosesmu,

menjadi sandaran saat lelah,

penyemangat saat ragu,

dan teladan dalam iman serta akhlak.


Selamat ulang tahun ke-6, sayang…

Semoga Allah mudahkan segala urusanmu,

dunia dan akhirat.

Perjalananmu baru dimulai,

dan InsyaAllah kami selalu di sini, mendukungmu. 


--- untuk ananda Muhammad Akida Zain Lebat

#masyaallahtabarakallah #menjadilebihbaik #sekolahdasar #sdit

2025/05/02

Pendidikan dan Kesehatan: Fondasi Kemajuan Bangsa

Setiap tanggal 2 Mei, kita memperingati Hari Pendidikan Nasional. Bukan sekadar seremonial, hari ini sejatinya menjadi pengingat akan pesan-pesan luhur para pendiri bangsa. Mohammad Hatta, Wakil Presiden pertama Republik Indonesia, pernah menyatakan dengan tegas: "Dasar kemajuan bangsa kita ada di sekolah dan rumah sakit." Sebuah pernyataan sederhana namun sarat makna. Di balik kata-kata itu, tersembunyi strategi besar membangun peradaban: majukan pendidikan, kuatkan kesehatan, maka bangsa ini akan melesat.

Mengapa Pendidikan dan Kesehatan?

Pendidikan adalah mesin penggerak perubahan. Di sekolah, anak-anak bangsa ditempa menjadi manusia merdeka—berpikir kritis, berakhlak mulia, dan punya daya saing global. Sementara kesehatan adalah fondasi yang menopang segalanya. Mustahil rakyat bisa belajar, bekerja, dan berinovasi jika kondisi kesehatannya terpuruk.

Bung Hatta paham betul, kemajuan ekonomi, politik, dan teknologi tak akan berarti tanpa rakyat yang cerdas dan sehat. Lihatlah negara-negara maju: investasi terbesar mereka ada di sektor pendidikan dan kesehatan.

Bukti Hari Ini

Apakah kita hari ini melihat kebenaran dari apa yang Bung Hatta katakan? Jawabannya: ya, meskipun perjalanan kita belum tuntas. Negara-negara dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM) tinggi selalu mencetak skor baik dalam pendidikan dan kesehatan. Di Indonesia sendiri, daerah-daerah yang menggenjot dua sektor ini tampak lebih maju secara ekonomi dan sosial.

Namun, tantangan masih besar. Masih banyak anak yang putus sekolah. Layanan kesehatan belum sepenuhnya merata, terutama di pelosok. Ini pekerjaan rumah kita bersama.

Peran Kita Sebagai Warga

Sebagai warga negara, peran kita bukan hanya menuntut. Kita adalah bagian dari solusi. Apa yang bisa kita lakukan?

  • Menghargai dan mendukung guru serta tenaga kesehatan yang menjadi garda depan.

  • Aktif dalam komunitas untuk mendorong gerakan literasi dan hidup sehat.

  • Mendidik anak-anak di rumah dengan nilai-nilai kejujuran, kerja keras, dan kepedulian.

Harapan pada Penyelenggara Negara

Kita berharap para pemimpin negeri:

  • Memastikan anggaran pendidikan dan kesehatan tidak sekadar besar di angka, tetapi efektif di lapangan.

  • Membangun sistem yang adil dan merata agar tak ada satu anak pun yang tertinggal.

  • Berani melakukan reformasi, mulai dari kurikulum hingga manajemen rumah sakit.

Teladan dari Muhammadiyah

Lihatlah apa yang sudah dilakukan oleh ormas seperti Muhammadiyah. Sejak lama, mereka menjadi pelopor dalam membangun sekolah-sekolah, perguruan tinggi, rumah sakit, dan klinik. Gerakan ini lahir dari semangat gotong royong, bukan menunggu negara. Mereka membuktikan bahwa masyarakat sipil bisa menjadi motor perubahan.

Kiat Melejitkan Kemajuan Bangsa

Jika kita ingin benar-benar melejit, ada beberapa kiat strategis:

  • Fokus pada kualitas, bukan hanya kuantitas. Bangun sekolah dan rumah sakit yang bermutu.

  • Dorong inovasi. Gunakan teknologi untuk memperluas akses pendidikan dan layanan kesehatan.

  • Libatkan semua pihak. Kolaborasi antara pemerintah, swasta, ormas, dan rakyat harus diperkuat.

  • Tanamkan budaya belajar sepanjang hayat. Pendidikan tidak berhenti di bangku sekolah.

Hari Pendidikan Nasional ini semestinya menjadi momentum. Kita teguhkan kembali komitmen untuk mencerdaskan dan menyehatkan bangsa. Sebab, seperti yang Bung Hatta katakan, dari sekolah dan rumah sakitlah peradaban kita akan tumbuh dan kemajuan itu akan datang.

Selamat Hari Pendidikan Nasional. Mari terus belajar, mari terus bergerak!