"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"

Showing posts with label CS. Show all posts
Showing posts with label CS. Show all posts

2025/10/31

Ketika Semua BPO Menjual “AI”: Di Mana Letak Pembeda yang Sebenarnya?

Lanskap industri Business Process Outsourcing (BPO) di Indonesia kini memasuki fase paling ketat dalam dua dekade terakhir. Setiap pemain; besar maupun baru berbicara dalam bahasa yang sama: AI-driven operation, automation, digital transformation. Namun jika kita jujur, sebagian besar masih berada di tahap marketing maturity, belum sepenuhny aoperational maturity.

Artinya: AI sudah dijual, tapi belum benar-benar dijalankan semuanya.

Semua berlomba bicara AI, tapi pelanggan tetap bicara satu hal: hasil.

Harga? Semua Bisa Murah.

Bersaing lewat harga hari ini bukan strategi, melainkan keputusasaan yang dipoles dengan kata “efisiensi.”
Karena dengan semakin banyaknya freelancer platform, shared service, dan cloud automation tools, harga bukan lagi kekuatan, melainkan titik lemah.

BPO yang hanya menonjolkan tarif rendah akan terjebak menjadi “operator tanpa identitas.”
Cepat diganti, mudah dilupakan.

Produk? Semua Juga Bisa Buat.

Hari ini, customer support tools, chatbot, dan CX dashboard bisa dibangun dalam hitungan minggu.
Tidak ada yang eksklusif.
Bahkan teknologi yang disebut “proprietary” pun seringkali hanyalah rebranding dari vendor global.

Jika semua BPO berbicara dengan pitch deck yang sama, otomatisasi, omnichannel, AI, analytics  maka yang tersisa bukan lagi apa yang dijual, melainkan bagaimana dan siapa yang menjalankannya.

Pembeda yang Sesungguhnya: Budaya Operasional dan Kecerdasan Kontekstual

Ke depan, pembeda bukan lagi tools, melainkan cara kerja dan nilai yang dibawa ke klien.

  1. Budaya Operasional
    Apakah setiap agent, team leader, dan manajer punya ownership terhadap pengalaman pelanggan yang mereka layani?
    Atau mereka hanya menjalankan SLA seperti robot tanpa empati?
    AI bisa membantu menjawab cepat, tapi hanya manusia yang bisa memahami konteks dan niat di balik pertanyaan.

  2. Kecerdasan Kontekstual (Contextual Intelligence)
    Inilah kekuatan baru yang tak bisa digantikan AI murni.
    BPO yang memahami konteks industri kliennya; asuransi, kesehatan, telekomunikasi, logistik, keuangan, dll akan selalu lebih bernilai dibanding BPO yang sekadar menjawab tiket.
    Mereka bukan sekadar penyedia layanan, tapi partner strategis yang bisa membaca denyut bisnis klien.

  3. Sense of Humanity dalam Teknologi
    Dalam dunia di mana semua orang bicara machine learning, justru human learning yang harus ditonjolkan. Bagaimana teknologi digunakan untuk memperkuat empati, bukan menggantikan sentuhan manusia.
    BPO yang bisa menyeimbangkan ini; antara kecerdasan buatan dan kecerdasan emosional; akan memenangkan loyalitas, bukan sekadar kontrak.

Poin PENTING:
Yang Bertahan Bukan yang Tercanggih, Tapi yang Paling Relevan

Dalam perlombaan BPO modern, relevansi menjadi kata kunci. AI boleh datang dan pergi, tapi kepercayaan dan hasil nyata akan selalu abadi. BPO masa depan bukan sekadar “operator pintar”, melainkan mitra bisnis yang mampu berpikir, beradaptasi, dan tumbuh bersama kliennya.

Di era penuh jargon ini, mungkin pembeda terbaik bukan lagi teknologi,
melainkan ketulusan untuk benar-benar memahami apa yang dibutuhkan manusia di balik sistem.


2025/07/15

Tanpa Unit Baru, Ini Cara Cerdas Memulai Fungsi Customer Experience di Tim Anda

Dalam dunia bisnis yang makin kompetitif, pengalaman pelanggan (Customer Experience/CX) bukan lagi sekadar pelengkap; ia bisa menjadi penentu keberhasilan. Namun, tak semua organisasi punya kemewahan untuk langsung membentuk unit CX khusus. Apalagi jika constraint anggaran masih jadi kenyataan sehari-hari.

Tapi tenang. Fungsi CX tetap bisa dijalankan tanpa harus menunggu terbentuknya departemen baru. Kuncinya? Memberdayakan yang sudah ada.

Berikan Kepercayaan pada Tim Customer Service

Langkah paling efektif adalah mempercayakan sebagian fungsi CX kepada para Leaders di unit Customer Service (CS). Mereka adalah garda depan, yang paling dekat dengan pelanggan, dan paling sering mendengar langsung suara mereka.

Namun agar fungsi ini berjalan efektif, perlu dilakukan dengan strategi sederhana tapi berdampak. Berikut pendekatannya:

1. Mulai dari Kompilasi Voice of Customer (VoC)

Jangan terburu-buru membentuk program besar. Mulailah dari apa yang sudah ada. Review secara berkala semua Voice of Customer; data interaksi, keluhan, pujian, maupun saran dari pelanggan yang tercatat di CRM, ticketing system, hingga media sosial.

Kompilasi data ini adalah fondasi. Ia menyimpan insight berharga yang sering tersembunyi dalam tumpukan percakapan harian.

2. Review dan Update Customer Journey Mapping

Jika tim Anda sudah memiliki customer journey mapping, jangan anggap itu dokumen mati. Dunia berubah. Ekspektasi pelanggan pun ikut berubah. Maka penting untuk terus me-review dan menilai ulang peta perjalanan pelanggan (customer journey).

Tanyakan:

  • Apakah titik-titik interaksi masih relevan? Cek semua omni-channels yang dimiliki.

  • Di mana pelanggan mulai frustrasi? Catat dan perhatikan.

  • Apakah semua touchpoints memberi nilai tambah?

3. Kelompokkan VoC Berdasarkan Touchpoints

Setelah memiliki VoC dan mapping journey, langkah berikutnya adalah memilah semua feedback pelanggan berdasarkan titik kontak (touchpoints) dalam perjalanan mereka.

Identifikasi masalah yang sering muncul di masing-masing titik; apakah saat onboarding, penggunaan layanan, atau saat mengajukan komplain pasca pembelian.

Catat semuanya. Tak perlu sempurna di awal, yang penting mulai.

4. Ajak Kolaborasi Lintas Departemen

CX bukan urusan satu divisi. Agar pengalaman pelanggan benar-benar seamless, semua pemimpin lintas tim harus diajak duduk bersama.

Buat sesi collaborative mapping. Identifikasi akar masalah bersama, lalu rumuskan action plan yang fokus pada satu tujuan utama: membuat perjalanan pelanggan bebas hambatan (frictionless).

Tak perlu rumit. Cukup sederhana, konsisten, dan dijalankan bersama. Yang sangat penting juga adalah komunikasi lintas divisi. Top management perlu membuatkan semacam surat keputusan bahwa CS Leader dijadikan sebagai orkestrator dalam pembenahan pengalaman pelanggan di setiap journey yang mereka rasakan terhadap produk atau layanan yang disediakan oleh bisnis. Dengan demikian, CS Leader ini memiliki ' dasar kekuatan' untuk menyatukan semua kapasitas yang ada dalam sebuah 'komite CX'.


Key Takeaways: CX Adalah Mindset, Bukan Sekadar Struktur

Memulai fungsi CX tak harus menunggu terbentuknya unit atau anggaran besar. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk memulai, kemauan untuk mendengar, dan komitmen untuk terus memperbaiki.

Pemimpin CS adalah kandidat alami untuk memulai peran ini. Dan dengan kolaborasi lintas tim, organisasi Anda bisa menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik, tanpa harus menunggu waktu yang "sempurna".

Karena dalam CX, yang paling penting bukan siapa yang punya jabatan, tapi siapa yang paling peduli pada pelanggan.