Bagi Sobat Bloggers yang mau tukeran link, monggo ditunggu konfirmasinya di email feribatahan@yahoo.com ya. Terimakasih dan tetap SEMANGAT Kakak! ****** Yang ingin berdiskusi tentang Customer Operation, Contact Center, People Management, Ecommerce, Digital Marketing hingga Hypnotherapy juga boleh via WA +6281999798081:)

Tuesday, October 28, 2014

Ambition

Ambisi penting dimiliki karena ia dapat menggerakkkan seseorang untuk mencapai tujuan. Tanpa ambisi, seseorang seolah-olah tidak melakukan apa pun.

Napoleon Hills, penulis buku 'Think and Grow Rich', mengatakan bahwa kurang ambisi adalah satu faktor utama yang menyebabkan kegagalan. Jalan mencapai tujuan tersendat-sendat karena Anda jadinya tidak memiliki motivasi. Karena terlalu lamban, Anda pun menemui kegagalan.

Mau memiliki ambisi yang tepat dan mudah untuk dijalankan agar tujuan cepat tercapai?

Konsultasikan ke ahlinya.

Saturday, August 23, 2014

POWER STEERING KEHIDUPAN

Pernahkan Anda mengendarai mobil tanpa power steering? Bagaimana rasanya? Repot. Susah. Bikin cape? Ya, bisa jadi semua kondisi yang tidak nyaman itu Anda rasakan. Setelah banting setir ke kiri atau ke kanan, secara manual disertai dengan tenaga yang tidak sedikit, gagang setirnya harus diputar ke arah yang berlawanan untuk kembali mencapai kondisi lurus.

Jika sudah diarahkan ke kiri, maka akan terus ke kiri. Jika sudah berbelok kanan, maka akan terus ke kanan, sampai Anda mengembalikannya secara manual. Jika tidak dikembalikan ke posisi lurus, maka akan terus berbelok. Tidak akan ada yang bantu Anda untuk meluruskan jalan Anda jika Anda sudah berbelok. Kuasa sepenuhnya ada pada pilihan Anda.

Beda halnya dengan kendaraan berteknologi power steering. Meskipun Anda sudah berbelok, mengambil pilihan ke kiri atau ke kanan, maka dengan ‘power’nya arah kendaraan Anda akan dikembalikan ke arah lurus. Anda hanya perlu melepaskan tangan dari gagang setir, dan arah kendaraan akan kembali lurus.


Fungsi power steering adalah meringankan putaran kemudi sehingga lebih mudah dan nyaman saat di kemudikan.  Konsepsi dasar lainnya adalah membantu untuk meluruskan kembali arah kendaraan Anda. Selalu. 

Begitulah dalam hidup. Sesungguhnya, di luar diri kita ada ‘power steering’NYA yang akan membimbing kita ke arah jalan yang lurus. Ke kehidupan yang benar dengan kemudi yang ringan. Maka, dengarkanlah, ikutilah arah ‘Power Steering’ itu. Yang perlu Anda lakukan hanyalah melepaskan pegangan pada kendali ke-ego-an Anda, melepaskan diri dari rasa ‘kebisaan’ Anda, dan menyerahkan sepenuhnya kepada ‘Power Steering’ Allah. Dalam keadaaan belok kiri atau kanan yang ekstrim sekalipun, arah Anda akan tetap bisa kembali ke jalan yang lurus, asalkan kendaraan kehidupan Anda menggunakan ‘Power Steering’.

Agar kendaraan kehidupan kita tetap bisa lurus secara fitrahnya, maka kendaraan kita harus lah memiliki teknologi ‘Power Steering’ ini. Yang namanya manusia, tidak jarang melakukan hal yang salah dan khilaf. Dengan menyerahkan diri kepada Allah yang Maha Bijaksana, pasrah pada pilihan jalan-NYA, maka arah kendaraan kehidupan kita akan senantiasa dikembalikan ke posisi lurus. Itulah dahsyatnya ‘Power Steering’.

Masih mau pilih kendaraan kehidupan yang manual? Sila saja, kalau kita benar-benar bisa istiqomah dalam kebaikan dan senantiasa sanggup menghindari perbuatan maksiat. Karena kita bukanlah manusia seperti itu, maka saya merekomendasikan kita semua untuk memilih penggunaan kendaraan berteknologi ‘Power Steering’ ini. Agar dikembalikan terus ke jalan yang LURUS.

Caranya? Serahkan diri dan urusan Kita hanya dalam pengaturan Allah SWT. Bukankah ini pengertian Islam itu? Menyerahkan diri dalam naungan hukum Allah.

#FerSus

Monday, August 4, 2014

Djambak, Perjalanan Dari Gasan ke Batahan.

Berdasarkan analisa sejarah dan cerita lisan turun-temurun yang saya kumpulkan, disebutkan bahwa ada beberapa rombongan keluarga di antaranya bersuku Djambak yang berpindah dari Gasan, daerah Tiku bagian Selatan, ke hulu Batahan sebagai dampak dari berkobarnya perang Paderi di ranah Minang. Daerah Tiku, Air Bangis (asumsinya termasuk juga Natal dan Batahan), dan Mandailing ketika itu sudah di bawah kendali dan pengaruh kaum Paderi. Sehingga mereka (penduduk setempat yang ingin dekat dengan budaya Islam) yang berada di wilayah ini merasa lebih tenang dan aman karena jauh dari sentral konflik perang antara kaum Paderi versus kaum Adat di Pagaruyung dsk.

Perang Paderi sendiri (1803-1833), dalam literature sejarah yang kita temukan termasuk perang dengan masa yang sangat lama. Awalnya, perang ini merupakan perang saudara yang melibatkan masyarakat Minangkabau dan Mandailing. Ini terjadi akibat pertentangan antara kaum ulama (sebutan Paderi) pimpinan Harimau nan Salapan dengan kaum adat pimpinan Yang Dipertuan Pagaruyung Sultan Arifin Muningsyah.
Selanjutnya pihak penjajah Belanda ikut campur membantu menyerang kaum Paderi karena permintaan pihak kerajaan Pagaruyung sendiri sejak tahun 1821. Namun akhirnya, setelah melalui perundingan-perundingan dan akibat campur tangan Belanda ternyata persoalan menjadi semakin rumit, maka kaum adat memutuskan berbalik melawan penjajah Belanda pada tahun 1833. Di akhir peperangan, sejarah mencatat bahwa Belanda yang keluar menjadi pemenangnya. Perang ini selain meruntuhkan kekuasaan Kerajaan Pagaruyung, juga berdampak pada merosotnya perekonomian masyarakat sekitarnya & memunculkan perpindahan masyarakat dari kawasan konflik. http://www.sejarahnusantara.com/kerajaan-islam/perang-padri-1803-1838-dan-keterlibatan-belanda-10016.htm

Selain dari fakta perang Paderi tersebut, rombongan keluarga dari Gasan ini tertarik ke Batahan karena mengetahui bahwa negeri tersebut dipimpin oleh seorang raja Perempuan, Puti Bulan Tersingit. Ini tentu menyenangkan hati kaum minang yang memang sangat menghormati kedudukan seorang perempuan. Selain juga karena suami dari Puti Bulan Tersingit ini adalah Sutan Iskandar yang merupakan putera Minang, kelahiran Rao, di Padang Nonang.

Belum dapat dipastikan tahun persisnya kapan kedatangan rombongan dari Gasan ini ke Batahan. Namun rentangnya adalah pada masa Tuanku Rao masih memimpin kaum Paderi di wilayah Air Bangis dan Mandailing (1816-1833). Tuanku Rao sendiri gugur sebagai syuhada pembela Islam dan tanah air di tahun 1833 dalam sebuah pertempuran sengit melawan penjajah Belanda di Air Bangis. (Hamka, Tuanku Rao : Antara Khayal dan Fakta, Bulan Bintang, 1974).

Rombongan dari Gasan tersebut diyakini menggunakan transportasi laut (perahu) menuju Batahan. Keterangan ini lebih meyakinkan dibandingkan dengan keterangan yang menyebutnya melalui jalur darat, yang mungkin memakan waktu berbulan-bulan lamanya karena jalan yang masih banyak terhalang hutan. Dengan menggunakan perahu, rombongan ini bisa menyusuri bibir pantai Barat pulau Sumatera ke arah Utara untuk menuju hulu Batahan.

Dalam keterangan turun-temurun, seorang ibu dengan suku Djambak yang masih dapat diingat nama atau panggilannya adalah Rukayah. Beliau adalah saudara dari Datuak Bonsu alias Abdul Yasin yang merupakan kepala suku Djambak yang juga ikut rombongan tersebut. Anak dari ibu Rukayah bernama Supiak (belum diketahui nama aslinya). Kemudian Supiak ini memiliki tiga orang anak. Ketiganya masing-masing dikenal dengan panggilan Upiak Cambuang, Upiak Capah, dan Fulanah.

Dari Upiak Cambuang lahirlah dua orang anak perempuan yang masing-masing bernama Kasiyah dan Ajarmiah. Kasiyah kemudian memiliki dua orang anak perempuan juga yang bernama Djasmaniah dan Djasmariah. Sementara Ajarmiah hanya memiliki seorang anak perempuan, yang bernama Nur Arfah.
Dari ibu bernama Djasmaniah ini kemudian lahirlah empat orang anak. Mereka berturut-turut dari yang tertua adalah Fahmi Husin (papa kami), M. Husni Thamrin, Ratna Wilis dan Jaya Murni. Dengan demikian, papa kami masih berhak menggunakan suku Djambak di belakang namanya karena beliau wariskan dari garis keturunan ibu. Sementara kami sendiri tidak mendapatkan suku Djambak.

Dari ibu Djasmariah, lahirlah empat orang anak juga. Mereka berturut-turut dari yang tertua adalah Kasminar, Masmuddin, Masdinar (ibunda bang Iwan Wirabuana), dan Darliana (Ibunda Fazwar, bang Arifin Farouk, dll). Ini adalah penjelasan dari pertanyaan bang Iwan dan Fazwar di thread fb sebelumnya. Bahwa mereka memang syah bersuku Djambak.

Sementara Ajarmiah yang memiliki seorang anak perempuan tadi, yang bernama Nur Arfah, memiliki keturunan selanjutnya yang bernama Ardanis (ibunda Rahmadi Anwar), Asniar, Edi Suwardi, Sukmawati, Masdariah, Syafrial, dan Yurdan (kini menjadi guru SMA N Batahan).

Selanjutnya dari pihak Upiak Capah, yang merupakan saudari dari Upiak Cambuang tadi, memiliki tiga orang anak. Masing-masing bernama Siti Maserah, Maksum dan Nursyam.

Dari Siti Maserah melahirkan tiga orang anak, masing-masing adalah Siti Adna (uci sdr Gunawan), Fadlan (ongku Tandeo, ongku dari Surya Dermawan), dan Afzal.

Lainnya, insyaAllah disambung lagi di waktu yang akan datang.
-
Semoga bermanfaat

Raja Perempuan, Batahan and Me

Inilah alasan kenapa saya (dan juga sebagian besar warga Batahan) tidak dapat menggunakan marga ataupun suku di belakang namanya.

Catatan ini saya dapatkan dari catatan lama papa, Fahmi Husin, yang memang sejak muda dulu mulai mengumpulkan data-data ini.

Berikut ini penjelasannya:
Tersebutlah ada seorang raja yang bernama Baginda Soaloon (Raja Pidoli Lombang) (lahir sekitar 1679-1700). Beliau memiliki tiga anak: Sutan Kumala, Namora Anda dan ST. Mandailing.
Sutan Kumala (yang merupakan anak pertama dari Baginda Soaloon) memiliki dua anak, yakni Mangaraja Tinanting Bulan dan Puti Bulan Tersingit (beliau ini yang kemudian menjadi raja perempuan di Hulu negeri Batahan).

Dari keturunan Mangaraja Tinanting Bulan lahirlah Sutan Kumala Porang yang memiliki dua anak (Mangaraja Umum dan Mangaraja Tinanting). Mangaraja Tinanting memiliki enam orang anak, salah satu diantaranya adalah Ali Sati gelar Sutan Iskandar, yang lebih dikenal dengan nama Willem Iskandar yang lahir di Pidoli Lombang, Maret 1840. Willem Iskandar ini kemudian dikenal sebagai tokoh pendidikan modern di Indonesia. Namanya diabadikan sebagai nama jalan di beberapa kota di Indonesia. (http://akhirmh.blogspot.com/2011/04/willem-iskander-dan-lahirnya-tokoh.html)

Melihat garis keturunan di atas artinya Willem Iskandar itu adalah ‘level’ cicit dari Puti Bulan Tersingit (Raja Perempuan Negeri Batahan). Jika dengan asumsi satu generasi dipisahkan oleh rentang usia 30 tahun, maka Raja Perempuan itu berusia 90 tahun lebih tua dari Willem Iskandar. Jadi kira-kira tahun 1750 adalah masa kelahiran Raja Perempuan tersebut.

Puti Bulan Tersingit menikah dengan ST. Iskandar. Mereka memiliki tiga orang anak. Dua laki-laki dan satu wanita. Masing-masing bernama Sutan Cagar Alam, Sutan Bainun gelar Sutan Lembang Alam, dan Siti Bulan (meninggal sebelum dewasa).

Dari anak pertama Puti Bulan Tersingit, yaitu Sutan Cagar Alam, lahirlah sembilan orang anak (laki-laki dan perempuan). Berturut-turut namanya adalah, Sutan Seri Alam, Mhd. Natal, Marah Hayat, Marah Akhmad, Harun Arrasyid, Sautan, Siti Nurhana, Siti Nurhani (yang diceritakan murtad dari agama Islam), dan Siti Nurlan.

Dari anak kedua Puti Bulan Tersingit, yaitu Sutan Bainun gelar Sutan Lembang Alam, lahirlah 2 orang anak laki-laki yang bernama Sutan Muhammad Ayoeb gelar Sutan Mangkubumi dan Sutan Muhammad Basyir gelar Sutan Mulia Raja.

Sutan Muhammad Ayoeb gelar Sutan Mangkubumi menikah dengan Sari Beganti (yang dikenal dengan panggilan nenek kusuik). Mereka memiliki dua orang anak yang bernama Fatimah Nuri dan Abdul Mutholib.
Fatimah Nuri memiliki seorang anak laki-laki yang bernama Hasan Rancak gelar Sutan Marah Alam Dunia. Puterinya bernama Fatimah Yamas. Dari Fatimah Yamas lahirlah tujuh orang anak. Berturut-turut namanya adalah Sutan Nadirsyah, Sutan Wirsyah, Cicik, Siti Bulan, Nur Siti, Sutan Sayful Alamsyah dan Sutan Asmudin.

Dari keturunan Abdul Mutholib, yaitu saudara laki-laki Fatimah Nuri tersebutlah ada tiga orang anak. Nama-namanya adalah Siti Saleha, Binu Asyiah dan Siti Nurbaya.

Siti Saleha memiliki seorang anak, Afdansyah. Afdansyah memiliki seorang puteri bernama Siti Rohati.
Binu Asyiah memiliki dua orang anak, masing-masing bernama Zainal Abidin (kakek kami) dan Nurpani (ibu dari ayahketek Safni).

Siti Nurbaya memiliki empat orang anak perempuan. Masing-masing bernama Siti Nurmilan, Siti Nurlian, Siti Nurlan dan Nazarni.

Dari Zainal Abidin lahirlah lima orang putera-puteri yang masing-masing bernama Dahri, Zairuddin, Ainuddin, Ali Asnur dan Ikhwan.

Saya sendiri, Feri Susanto, adalah anak ke empat dari ‘umak’ Dahri binti Zainal Abidin bin Binu Asyiah binti Abdul Mutholib bin Sutan Muhammad Ayoeb gelar Sutan Mangkubumi bin Sutan Bainun gelar Sutan Lembang Alam bin Puti Bulan Tersingit (Raja Perempuan) binti Sutan Kumala bin Baginda Soaloon (Raja Pidoli Lembang).

Dalam hitungan generasi, saya dan saudara seangkatan adalah keturunan kedelapan dari Raja Perempuan negeri Hulu Batahan (Puti Bulan Tersingit) dan keturunan kesepuluh dari Raja Pidoli Lembang (Baginda Soaloon).

Namun karena papa kami, Fahmi Husin, adalah memiliki seorang ayah dan ibu dari ranah minang (Bagindo Husin, Lubuk Alung, Pariaman dan Djasmaniah dari Gasan, Tiku bagian Selatan) maka jika ditarik kesukuannya maka jelas kami tanpa suku. Tidak berhak menggunakan suku minang karena budaya Minang menganut matrilineal. Sementara dilihat dari garis keturunan ibu memang kami adalah dari Pidoli Lombang, tapi karena ayah kami adalah minang (dari bapaknya) maka kamipun tidak dapat menggunakan marga dari Pidoli Lombang.

*Lain kesempatan saya akan sampaikan garis keturunan dari pihak papa.
Semoga bermanfaat...

BEBERAPA AYAT TENTANG SYUKUR



Dan jika Kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya Kamu tak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS.Annahl [16];18).

Di ayat lain:
“Dan terhadap nikmat Tuhanmu, hendaklah kamu menyebutnya-nyebutnya (dengan bersyukur).” (QS.Aldhuha [93];11).

"Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih"(.QS.IBrahim 14 :7)

“Dan barangsiapa yang bersyukur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri, dan barangsiapa yang kufur (tidak bersyukur), maka sesungguhnya Tuhanku Maha kaya (tidak membutuhka sesuatu) lagi Mahamulia” (QS An-Naml [27]: 40)

Relevan dengan pembahasan 'syukur' adalah 'ni'mat'. Maka sungguh tidak terhitung ni'mat yang kita telah terima dari Allah SWT. Jika kita merasa bahwa ni'mat itu hanya sedikit dan bahkan merasa kekurangan terus, itu tandanya bibit-bibit kufur ni'mat sudah menjangkiti hati. Na'udzubillah. FABIAYYI ALAA 'IRAABIKUMAA TUKADZDZIBAANN" Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan".

Berulang kali Allah memberi peringatan kepada kita, seperti yang tertera dalam surat Ar-rahman di atas. Bahkan tidak hanya sekali dua kali, tapi sampai 30 kali Allah SWT mempertanyakan sikap syukur kita dalam surat yang sama itu: Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan"?

Semoga Allah SWT menguatkan hati-hati kita untuk senantiasa menjadi pribadi-pribadi yang pandai bersyukur. Aamiin.

Wednesday, June 25, 2014

Mengapa Muhammadiyah Memakai Hisab?

Salah satu saat Muhammadiyah ‘naik’ di media massa adalah ketika menjelang Ramadhan dan Idul Fitri. Pasalnya, Muhammadiyah yang memakai metode hisab (perhitungan) terkenal selalu mendahului pemerintah yang memakai metode rukyat (melihat) dalam menentukan masuknya bulan Qamariah. Hal ini menyebabkan ada kemungkinan 1 Ramadhan dan 1 Syawwal versi Muhammadiyah berbeda dengan pemerintah. Dan hal ini pula yang menyebabkan Muhammadiyah banyak menerima kritik, mulai dari tidak patuh pada pemerintah, tidak menjaga ukhuwah Islamiyah, hingga tidak mengikuti Rasullullah Saw yang jelas memakai rukyat al-hilal. Bahkan dari dalam kalangan Muhammadiyah sendiri ada yang belum bisa menerima penggunaan metode hisab ini.
Umumnya, mereka yang tidak dapat menerima hisab karena berpegang pada salah satu hadits yaitu:

“Berpuasalah kamu karena melihat hilal dan bebukalah (idul fitri) karena melihat hilal pula. Jika bulan terhalang oleh awan terhadapmu, maka genapkanlah bilangan bulan Sya’ban tiga puluh hari” (HR Al Bukhari dan Muslim).

Hadits tersebut (dan juga contoh Rasulullah Saw) sangat jelas memerintahkan penggunaan rukyat, hal itulah yang mendasari adanya pandangan bahwa metode hisab adalah suatu bid’ah yang tidak punya referensi pada Rasulullah Saw. Lalu, mengapa Muhammadiyah bersikukuh memakai metode hisab? Berikut adalah alasan-alasan dari makalah Prof. Dr. Syamsul Anwar, M.A. yang disampaikan dalam pengajian Ramadhan 1431H PP Muhammadiyah di Kampus Terpadu UMY.

Hisab yang dipakai Muhammadiyah adalah hisab wujud al hilal,yaitu metode menetapkan awal bulan baru yang menegaskan bahwa bulan Qamariah baru dimulai apabila telah terpenuhi tiga parameter: telah terjadi konjungsi atau ijtimak ( posisi Bulan-Bumi-Matahari segaris lurus), ijtimak itu terjadi sebelum matahari terbenam, dan pada saat matahari terbenam bulan berada di atas ufuk. Sedangkan argumen mengapa Muhammadiyah memilih metode hisab, bukan rukyat, adalah sebagai berikut.

Pertama, semangat Al Qur’an adalah menggunakan hisab. Hal ini ada dalam ayat “Matahari dan bulan beredar menurut perhitungan” (QS 55:5). Ayat ini bukan sekedar menginformasikan bahwa matahari dan bulan beredar dengan hukum yang pasti sehingga dapat dihitung atau diprediksi, tetapi juga dorongan untuk menghitungnya karena banyak kegunaannya. Dalam QS Yunus (10) ayat 5 disebutkan bahwa kegunaannya untuk mengetahi bilangan tahun dan perhitungan waktu.

Kedua, jika spirit Qur’an adalah hisab mengapa Rasulullah Saw menggunakan rukyat? Menurut Rasyid Ridha dan Mustafa AzZarqa, perintah melakukan rukyat adalah perintah ber-ilat (beralasan). Ilat perintah rukyat adalah karena ummat zaman Nabi saw adalah ummat yang ummi (tidak kenal baca tulis) dan tidak memungkinkan melakukan hisab. Ini ditegaskanoleh Rasulullah Saw dalam hadits riwayat Al Bukhari dan Muslim,“Sesungguhnya kami adalah umat yang ummi; kami tidak bisa menulis dan tidak bisa melakukan hisab. Bulan itu adalah demikian-demikian. Yakni kadang-kadang dua puluh sembilan hari dan kadang-kadang tiga puluh hari”..Dalam kaidah fiqhiyah, hukum berlaku menurut ada atau tidak adanya ilat. Jika  ada ilat, yaitu kondisi ummi sehingga tidak ada yang dapat melakukan hisab,maka berlaku perintah rukyat. Sedangkan jika ilat tidak ada (sudah ada ahl ihisab), maka perintah rukyat tidak berlaku lagi. Yusuf Al Qaradawi menyebu tbahwa rukyat bukan tujuan pada dirinya, melainkan hanyalah sarana. Muhammad Syakir, ahli hadits dari Mesir yang oleh Al Qaradawi disebut seorang salafi murni, menegaskan bahwa menggunakan hisab untuk menentukan bulan Qamariah adalah wajib dalam semua keadaan, kecuali di tempat di mana tidak ada orang mengetahui hisab.

Ketiga, dengan rukyat umat Islam tidak bisa membuat kalender. Rukyat tidak dapat meramal tanggal jauh ke depan karena tanggal baru bisa diketahui pada H-1. Dr. Nidhal Guessoum menyebut suatu iron ibesar bahwa umat Islam hingga kini tidak mempunyai sistem penanggalan terpaduyang jelas. Padahal 6000 tahun lampau di kalangan bangsa Sumeria telah terdapat suatu sistem kalender yang terstruktur dengan baik.

Keempat, rukyat tidak dapat menyatukan awal bulan Islam secara global. Sebaliknya, rukyat memaksa umat Islam berbeda memulai awal bulan Qamariah, termasuk bulan-bulan ibadah. Hal ini karena rukyat pada visibilitas pertama tidak mengcover seluruh muka bumi. Pada hari yang sama ada muka bumi yang dapat merukyat tetapi ada muka bumi lain yang tidak dapat merukyat.  Kawasan bumi di atas lintang utara 60 derajad dan di bawah lintang selatan 60 derajad adalah kawasan tidak normal, di mana tidak dapat melihat hilal untuk beberapa waktu lamanya atau terlambat dapat melihatnya, yaitu ketika bulan telah besar. Apalagi kawasan lingkaran artik dan lingkaran antartika yang siang pada musim panas melabihi 24jam dan malam pada musim dingin melebihi 24 jam.

Kelima, jangkauan rukyat terbatas, dimana hanya bisa diberlakukan ke arah timur sejauh 10 jam. Orang di sebelah timur tidak mungkin menunggu rukyat di kawasan sebelah barat yang jaraknya lebih dari 10 jam. Akibatnya, rukyat fisik tidak dapat menyatukan awal bulan Qamariah di seluruh dunia karena keterbatasan jangkauannya. Memang, ulama zamantengah menyatakan bahwa apabila terjadi rukyat di suatu tempat maka rukyat itu berlaku untuk seluruh muka bumi. Namun, jelas pandangan ini bertentangan dengan fakta astronomis, di zaman sekarang saat ilmu astronomi telah mengalami kemajuan pesat jelas pendapat semacam ini tidak dapat dipertahankan.

Keenam, rukyat menimbulkan masalah pelaksanaan puasa Arafah. Bisa terjadi  di Makkah belum terjadi rukyat sementaradi kawasan sebelah barat sudah, atau di Makkah sudah rukyat tetapi di kawasan sebelah timur belum. Sehingga bisa terjadi kawasan lain berbeda satu haridengan Makkah dalam memasuki awal bulan Qamariah. Masalahnya, hal ini dapat menyebabkan kawasan ujung barat bumi tidak dapat melaksanakan puasa Arafah karena wukuf di Arafah jatuh bersamaan dengan hari Idul Adha di ujung barat itu. Kalau kawasan barat itu menunda masuk bulan Zulhijah demi menunggu Makkah padahal hilal sudah terpampang di ufuk mereka, ini akan membuat sistem kalender menjadi kacau balau.

Argumen-argumen di atas menunjukkan bahwa rukyat tidak dapat memberikan suatu penandaan waktu yang pasti dan komprehensif. Dan karena itu tidak dapat menata waktu pelaksanaan ibadah umat Islam secara selaras diseluruh dunia. Itulah mengapa dalam upaya melakukan pengorganisasian sistem waktu Islam di dunia internasional sekarang muncul seruan agar kita memegangi hisab dan tidak lagi menggunakan rukyat. Temu pakar II untuk Pengkajian Perumusan Kalender Islam (Ijtima’ al Khubara’ as Sani li Dirasat Wad at Taqwimal Islami) tahun 2008 di Maroko dalam kesimpulan dan rekomendasi (at Taqrir alKhittami wa at Tausyiyah) menyebutkan: “Masalah penggunaan hisab: para peserta telah menyepakati bahwa pemecahan problematika penetapan bulan Qamariahdi kalangan umat Islam tidak mungkin dilakukan kecuali berdasarkan penerimaan terhadap hisab dalam menetapkan awal bulan Qamariah, seperti halnya penggunaan hisab untuk menentukan waktu-waktu shalat”.

Diambil dari Link Ini

Wednesday, June 18, 2014

Satu City Car Sudah Hilang dari Jalan Raya

Alhamdulillah, sudah lebih dalam setengah tahun belakangan ini saya konsisten menggunakan kendaraan umum ketika berangkat dan pulang kerja. Awalnya bus TransJakarta yang jadi pilihan, namun sekarang saya beralih ke moda kereta (commuter line) Jabodetabek. Faktor kecepatan adalah alasannya.



Ko bisa beralih kendaraan umum? Apa tidak lebih capek? Awalnya iya. Lama-lama jadi terbiasa.

Apa tidak kesal berdesak-desakan? Awalnya iya. Lama-lama jadi terbiasa.

Apa tidak gengsi? Untuk pertanyaan ini, jawaban saya adalah tidak sama sekali. Jangankan saya yang masih manager pemula ini, beberapa kenalan saya yang sudah level VP hingga Direktur pun mulai banyak juga yang menggunakan jasa ‘commuter line’ ini. Zaman sudah berubah!



Tidak mudah memang untuk merubah kebiasaan dari ‘kenyamanan’ berkendera pribadi ke moda transportasi umum. Apalagi melihat kondisi transportasi umum di Jabodetabek yang masih jauh dari harapan. Tapi kebiasaan itu harus kita mulai. Kalau bukan kita, siapa lagi? Kalau bukan sekarang, kapan lagi?



Secara umum, orang bisa dan mau melakukan perubahan atau kebiasaan baru jika mengetahui dan sudah menghitung kelebihan dan kekurangan kebiasaan baru itu. Sederhananya, manfaat apa yang bisa didapat dengan kebiasaan baru itu. Jika keuntungan dan hal positifnya memang jauh lebih banyak, maka kemungkinan besar orang akan bersedia melakukannya. Bahkan mungkin akan merasa butuh untuk melakukannya.

Untuk membantu Anda semua pemilik kendaraan pribadi yang masih ragu untuk beralih ke kendaraan umum, berikut ini saya tuliskan beberapa keuntungan (berdasarkan pengalaman) yang dapat diperoleh dengan beralih ke moda transportasi umum ini:

Lebih hemat. Ketika membawa mobil pribadi dulu (jenis city car), setidaknya saya menghabiskan seratus ribuan rupiah setiap harinya untuk biaya bensin, bayar tol, dan parkir yang tiga ribu sejam itu. Sekarang tidak sampai lima belas ribu rupiah, saya sudah bisa PP rumah-kantor-rumah dengan kereta include biaya parkir motor di stasiun kereta.
Mobil menjadi lebih awet. Praktis, kendaraan pribadi saya hanya digunakan pada hari Sabtu, Ahad, atau waktu libur saja. Ini jelas menguntungkan.
Banyak kenalan. Berangkat dan pulang kerja dengan commuter line, ada saja kenalan baru yang saya dapatkan. Tidak jarang berujung pada pertemanan. Jika hoki, bisa berlanjut pada kerjasama (bisnis, komunitas, hingga hobby).
Lebih leluasa dalam berkomunikasi. Untuk Anda yang mengendarai kendaraan sendiri tentu paham maksud saya ini. Anda pasti akan kerepotan bahkan membahayakan diri sendiri dan orang lain jika menggunakan alat komunikasi texting ketika mengendarai. Ini berbeda jauh ketika Anda naik kendaraan umum. Anda bebas mengeksplore alat komunikasi dan atau gadget Anda lainnya.
Membantu pemerintah mengurangi kemacetan. Setiap hari ada begitu banyak mobil-mobil pribadi yang ‘parkir’ di garasi rumah masing-masing. Bayangkan jika mereka semua tidak mau naik kendaraan umum, pasti ada ribuan mobil ‘tambahan’ yang ikut memacetkan kota ini.
Membantu pemerintah mengurangi polusi udara dan polusi suara (kebisingan). Pemerintah terbantu, warga pun senang.
Hemat enerji dan ramah lingkungan. Ada ratusan liter BBM yang dapat Anda selamatkan setiap bulannya.
Dan lain-lain…

Tentu beberapa poin keuntungan yang saya sebutkan di atas akan menjadi lebih terasa ‘kebenarannya’ ketika semakin banyak pemilik kendaraan pribadi yang beralih ke kendaraan umum. The more, better…

Bagaimana? Tertarik? Yuk mulai dari besok pagi. Saya sudah memulainya. Apakah Anda juga?

*picture is powered by google

Tuesday, June 17, 2014

Kuat Mental!


Untuk menjadi orang ‘besar’, apalagi sampai sekaliber presiden (atau calon presiden seperti Prabowo dan Jokowi) itu memanglah butuh ketahanan mental yang luar biasa. Tidak cukup mental yang biasa saja. Harus luar biasa. Betapa tidak? Coba perhatikan. Dalam masa kampanye ini, setiap hari omongan masyarakat terus tertuju kepada mereka. Mulai dari ‘omongan’ yang positif hingga negatif. Mulai dari pujian hingga tuduhan, cemoohan, sindiran, bahkan fitnah. Mereka tidak terpengaruh. Mereka tetap tegak berdiri.

Sebagai contoh, lihat misalnya Prabowo. Setiap hari kita temukan di banyak media (utamanya jejaring media sosial) tulisan yang begitu ‘menyudutkan dan tendensius’. Mulai dari issu pelanggaran HAM berat, cercaan sebagai jenderal psikopat, antek Orde Baru, anti Cina, melindungi koruptor, hingga kenyinyiran orang akan ‘kegagalannya’ dalam berkeluarga adalah diantara ‘tuduhan-tuduhan’ itu. Namun Prabowo bergeming. Mentalnya memang luar biasa.

Atau lihat juga Jokowi misalnya. Banyak yang menuduhnya sebagai anak yang tidak jelas siapa bapaknya, diragukan keislamannya, capres boneka, mencla-mencle, dikendalikan jenderal bermasalah, petugas partai, prestasi palsu, menipu dengan pencitraan, dll. Namun Jokowi bergeming. Beliau bisa mengabaikan itu semua. Semua ‘omongan’ orang itu tidak dipedulikan. Yang penting, tetap maju. Tetap bertahan ditengah badai ‘tuduhan’ itu. Mentalnya juga luar biasa.

Setidaknya itu yang kita lihat dari penampakan luar mereka. Tampak masih sehat dan bahagia dengan segala kondisinya.

Apa yang terjadi jika capres-capres ini tidak kuat mental? Bisa-bisa stress. Bisa-bisa depresi. Tapi itu tidak terjadi kepada mereka. Hebat!

Nah kalau Anda juga ingin menjadi orang besar seperti mereka dalam hal mental, mulailah latih diri Anda dari sekarang. Indikasi keberhasilan dari latihan mental ini sederhana saja. Coba cek diri Anda, kalau masih mudah tersinggung dan menjadi begitu reaksioner hanya karena perkataan orang lain, itu artinya Anda masih harus belajar banyak kepada mereka. Kalau Anda begitu reaksionernya ketika ada yang menyudutkan ‘jagoan’ Anda melalui ‘perang status’ di jejaring media sosial ini, artinya Anda tidak belajar banyak dari jagoan Anda itu. J
 
Selamat berlatih mental… 
 --
Temukan juga disini

Monday, June 16, 2014

Catatan Debat Dedua; 15 Juni 2014

EMPATI dan simpati saya untuk Joko Widodo. Dia tidak suka meninggi, tapi diminta untuk berani memperlihatkan prestasi. Dia orang yang apa adanya, tapi diminta untuk tampil serba bisa. Dia tidak suka menyerang, tapi diminta untuk ‘menembak’ lawan.

Dia didorong-dorong untuk tampil bukan sebagai Joko Widodo, tapi sebagai sesosok yang diiinginkan oleh tim pemolesnya. Walhasil, pemirsa melihat tampilan yang dipaksakan. Apakah orang-orang tidak melihat Jokowi tertekan?

Bukan tertekan oleh Prabowo, tapi oleh pihak-pihak yang menyeret-nyeretnya jadi capres.

Jokowi ‘diharuskan’ untuk tidak ragu untuk menunjukkan prestasinya. Maka berkali-kali ia berungkap ‘ini sudah saya buktikan ketika saya menjadi walikota, ketika menjadi gubernur’.

Ungkapan-ungkapannya, ‘Itu gampang. Tidak ada masalah’, sebetulnya usaha meyakinkan diri. Semacam kata-kata sugesti, begitu. Tapi tentu saja jadi terdengar naïf dan dipaksakan.

Ia pun harus berulang-ulang menyebut dan menunjukkan kartu sehat dan kartu pintar yang dia bawa di saku jasnya. Tapi, untuk keperluan presentasi, kartu itu terlalu kecil untuk bisa dilihat secara jelas. Dan karena itu sebetulnya tak perlu dia tunjukkan berkali-kali.

Jokowi menyampaikan programnya tentang kartu sehat, kartu pintar, tol laut, mengembangkan PKL dan pasar tradisional. Saking ingin meyakinkan publik, Jokowi lupa menjelaskan aspek yang paling inti dari itu semua: Darimana duitnya? Dari APBN.

Tapi APBN-nya defisit. ‘Gampang. Tak ada masalah’. Tapi ternyata menjelaskan gampangnya itu tak gampang. Dan tak gampang pula difahami pemirsa. Mencapai pertumbuhan 7persen pada saat resesi dunia, yang tumbuh hanya 3persen, ‘gampang’, ‘Ga ada masalah’.

Perizinan usaha dan investasi di daerah dan pusat harus dipercepat, dengan layanan online. Tapi ketika ditanya bagaimana menghadapi ASEAN Economic Community yang sudah disetujui Indonesia, Jokowi bilang perizinan harus diperketat. Jangan ‘gampang’ mengeluarkan izin.

Tapi jangan salahkan Jokowi. Dia sudah berusaha tampil sebatas – bahkan melebihi – kemampuannya.

Tak arif untuk membandingkannya dengan Prabowo, yang tampil penuh sebagai dirinya sendiri, dengan kejelasan logika. Sama, Prabowo juga mengatakan perlu membangun ini-itu, dengan tujuan mendorong perkonomian Indonesia secara cepat. Dari mana duitnya? Dari kebocoran anggaran negara sebesar 7200 trilyun pertahun! Angkanya sangat absah karena bersumber dari KPK. Dengan menutup kebocoran 1000 trilyun rupiah saja, Prabowo memperlihatkan target-targetnya sangat realistis.

Empati dan simpati saya untuk Jokowi. Para pendukungnya mengelu-elukannya, menyemangatinya, tapi sebenarnya mereka sedang menekan dan memaksa Jokowi tampil di luar kemampuannya.

Sikap pendukung seperti inilah, yang juga sifat sebagian pendukung Prabowo, yang sering jadi masalah dalam politik Indonesia, baik bila calonnya menang atau kalah.

Kalau menang, mereka akan merasa jadi kelompok penguasa yang menyingkirkan pihak lain yang tak sejalan. Kalau kalah, mereka akan sulit menerima, dan akan mencari-cari alasan bahwa pihak mereka telah dicurangi. Dan karena itu menggugat, menuntut pemilu ulang, dan sebagainya.
Pendukung kedua belah pihak punya potensi untuk tidak mau menerima kekalahan. Tapi sifat kepemimpinan Prabowo akan lebih mampu mengendalikan para pendukungnya.

Jokowi pun mungkin mampu. Tapi mengingat dia lebih di bawah kendali para petinggi partai dan purnawan militer, sulit membayangkan Jokowi bisa mengendalikan para jenderal dan keluarga raja yang marah dan kecewa.

Omong-omong, bagaimana prediksi perbandingan suara antar kedua capres setelah debat kedua tadi malam? Jokowi-JK naik sekian persen? Atau turun? Prabowo-Hatta naik segerobak persen?

Sebetulnya acara belum layak disebut ‘debat’. Lebih pantas dibilang presentasi kedua calon dan sedikit tanya jawab.

Mungkin pihak dan pendukung salah satu kubu merasa optimis setelah debat capres kedua ini. Dan pihak lainnya merasa khawatir. Saran saya: Pihak yang optimis jangan terlalu optimis dan pihak yang khawatir jangan terlalu berkecil hati.

Konstituen atau massa pemilih di Indonesia lain dengan pemilih di Amerika Serikat. Ini hanya menyebut satu contoh negara. Masyarakat pemilih di Amrik itu massa pemilih rasional. Mereka memilih calon presiden mereka berdasarkan pertimbangan rasional. Kalau melihat programnya bagus, realistis dan masuk akal, mereka akan pilih. Karena itu, pergerakan angka suara pemilih di sana sangat dinamis seiring tampilan debat para calon. Putaran pertama Obama kalah oleh Hillary. Tapi makin kesini potensi suara makin banyak ke Obama. Sebabnya, program yang diusung Obama lebih rasional dan penjelasannya lebih bisa diterima khalayak. Yang tadinya senang kepada kecerdasan Hillary, setelah debat kesekian, bisa beralih ke Obama – karena pertimbangan rasional.

Bahkan, Hillary sendiri akhirnya berkampanye untuk Obama di putaran akhir, karena mengakui program Obama lebih unggul. Di Indonesia, sikap ini pasti dianggap pengkhianatan.

Itu Amrik. Indonesia lain. Masyarakat pemilih Indonesia itu mayoritas emosional. Kalau sudah senang kepada satu calon, sekurang apa pun calon itu akan mereka abaikan; mereka maafkan. Dan sesepele apapun kekurangan lawan, akan mereka persoalkan. Pendeknya, kalau sudah tak senang ya tak senang. Kalau sudah suka ya suka. Karena itulah slogan paling populer adalah: “Pokoknya no 1, pokoknya no 2.”

Para pendukung Prabowo mudah-mudahan bisa meneladani jiwa patriot idolanya, “Yang semua kita lakukan ini untuk rakyat. Tak peduli siapa yang melakukannya, kalau untuk kebaikan rakyat, kita dukung.” Itu Ucapan Prabowo.
Mudah-mudahan para pendukung kedua belah pihak bersikap dewasa – dalam semangat kebangsaan.

Siapapun yang menang nanti, Prabowo atau Jokowi, ia menjadi Presiden Republik Indonesia yang membutuhkan dukungan seluruh rakyat. Mari kita dukung.

Oleh Kafil Yamin
Sumber: Klik Disini 

Perbawa Prabowo

MESKI saya wartawan, saya tak pernah berjumpa langsung dengan Prabowo. Dengan sejumlah jenderal lain pernah. Karena itu, pengetahuan saya tentang Prabowo Subianto – saya kira pengetahuan kebanyakan orang – berasal dari sumber-sumber kedua atau ketiga. Misalnya dari media yang mengutip beberapa pernyataannya. Dan media itu mengutip pula dari media lain. Atau dari cerita sesama wartawan. Kebanyakan menjelaskan salah satu sisi pribadinya. Dan sisi itu yang itu-itu juga: Jenderal pelanggar HAM, anti asing, penculik aktivis.

Maka, yang tergambar di kepala saya adalah seorang yang otoriter, menakutkan, tinggi hati.
Sejak lama, Prabowo memang bukan figur kesayangan media, seperti sejumlah tokoh lain. Lelaki yang suka berkebun ini hampir tak pernah menjadi narasumber wartawan untuk berita-berita politik, sosial atau budaya. Iya hanya dimintai komentar untuk isu-isu yang menyangkut citra kelabu dirinya.

Dan memang, Prabowo sendiri tak suka melayani wartawan. Ia bukan seorang pencitra diri. Ini pernah dikatakannya kepada seorang wartawan asing: “One of my weaknesses is dealing with the media, with the people like you [Salah satu kelemahan saya adalah berhadapan dengan media, dengan orang seperti anda].”
Saya bisa bayangkan, betapa tidak nyaman wartawan silih berganti datang kepadanya hanya untuk mengulang-ulang pertanyaan: “Apakah anda bertanggung jawab atas penculikan aktivis? Kenapa anda merencanakan kudeta? Kenapa anda dipecat?”

Pertanyaan-pertanyaan semacam itu sudah dia jawab berulangkali, dengan logika bersahaja, dengan bahasa yang sangat lugas. “Saya memimpin tiga puluh empat battalion waktu itu. Jika saya mau ambil alih kekuasaan, apakah ada yang bisa mencegah saya? Dan cukup banyak yang mendorong saya untuk itu. Tapi itu tidak saya lakukan. Kenapa? Karena saya prajurit. Dan prajurit itu penjunjung dan penjaga konsititusi,” tegasnya suatu saat kepada seorang wartawan asing, dalam bahasa Inggris yang sangat bagus.

Tapi berita yang menyebar tetap saja citra-citra yang tadi: Pelanggar HAM, penanggung jawab Tragedi Semanggi. Prabowo tak pernah menggugat media, tak pernah mengkanter. Ia terus menjawab pertanyaan, meskipun jawaban-jawabannya menguap dalam sentiment negatif massa anti Soeharto.

Dan setiap musim pilpres, saat namanya muncul sebagai calon presiden, isu-isu itu mengemuka lagi. Di luar ‘musim’ itu, saya beberapa kali menonton wawancaranya tentang ekonomi dan kewirausahaan. Saya tertarik pada minatnya yang kuat untuk membangun ekonomi rakyat. Dia berbicara sebagai Ketua Himpunan Kerukunan Tani Indonesia [HKTI]. Dia punya banyak data tentang ekonomi masyarakat, jumlah pasar tradisional yang tergusur mall, bank yang lebih berpihak kepada pengusaha besar, pertanian yang makin terpinggirkan, perairan-perairan Indonesia yang dimalingi nelayan asing, dsb.
Gaya bicaranya umum saja. Bukan gaya seorang orator. Tapi lugas dan jelas, dengan bahasa yang rapih, mencerminkan pikirannya yang runut dan tertib. Tidak meledak-ledak. Enak untuk disimak – bagi mereka yang mementingkan isi ketimbang gaya. Ia lebih tampak sebagai pemikir.

Ketika ia mencalonkan lagi di musim pilpres sekarang, dan peluangnya lebih besar dari waktu-waktu sebelumnya, saya sudah menduga serangan kepadanya soal HAM akan meningkat. Dan memang terjadi. Dari pengguna fesbuk sampai pengamat, dari intelektual abal-abal sampai jenderal, mulai ‘nyanyi’ lagi soal ‘catatan masa lalu’ sang Jenderal, soal istri, soal haji sampai soal ngaji. Saya khawatir dia tak akan kuat menghadapi gugatan, sinisme, hujatan yang begitu luas. Beberapa tokoh yang tadinya tak pernah berkonfrontasi dengan Prabowo, kini ikut menembaknya, demi mengambil hati konstituen politik. Prabowo mungkin akan menyerang balik. Akan meradang.

Tibalah acara pengumuman daftar nomor urut capres dan cawapres. Prabowo akan datang dengan penampilan jumawa di hadapan orang-orang, pikir saya. Dengan koalisi besar di belakangnya, dengan dukungan lebih besar, dia akan langsung duduk di tempatnya dan membiarkan perhatian orang tertuju kepadanya.

Tidak. Dia masuk, menghampiri semua tokoh yang hadir, dan para tokoh pun berdiri. Terasa sekali wibawa dan kharisma Prabowo di ruangan itu. Ia pun menghampiri pesaingnya Jokowi dan Jusuf Kalla, dan Megawati yang tidak ikut berdiri, memberi hormat. Menyalami mereka. Sungguh pemandangan seorang ksatria, setidaknya bagi saya.

Kemudian dia maju; menyampaikan pidato singkat. Dia menyampaikan penghargaan kepada seluruh yang hadir. Menyebut nama mereka satu persatu. Menyebut nama pesaingnya Jokowi dan Jusuf Kalla dengan hormat.

Tampil Jokowi, figur merakyat dan sederhana, dia malah kampanye. Dan tidak memberi salam kepada Prabowo-Hatta.

Tiba saat deklarasi pemilu damai. Lagi-lagi Prabowo berpidato dengan menyejukkan semua pihak; menyebut Jokowi dan Kalla sebagai “saudara saya juga”. Meski Jokowi tak membalas keramahan Prabowo, tapi saya makin jatuh hati pada Prabowo. Orang-orang meramaikan sikap Jokowi yang kaku dan terlihat tegang.

Sampai menjelang debat capres 9 Juni kemarin, saya sudah berpikiran saya tidak akan melihat Prabowo beradu argumentasi ala debat. Saya sudah menduga dia akan berbicara seperti biasa, lebih memusatkan diri pada penyampaian pikiran ketimbang mengundang simpati.

Tapi bagaimana kalau dia dikorek-korek soal pelanggaran HAM di hadapan ratusan juta pasang mata melalui siaran langsung teve? Ingat para politisi kita yang mudah sekali meledak kalau tersinggung, terlihat di layar teve. Prabowo bisa begitu, saya kira.

Dan momen itu datanglah: Debat Capres. Orang-orang mungkin mengharapkan Prabowo akan tampil sebagai pendebat ulung, dan itu tidak susah baginya. Saya sudah orasi-orasi hebat. Itu hanya untuk kepuasaan sesaat. Obama hanya menarik saat kampanye karena kepiawaiannya berpidato, setelah jadi Presiden sama membosankannya dengan Bush.

Saya tidak perlu Prabowo yang berapi-api dan beragitasi. Dan saya senang karena ternyata dia tampil sangat ‘biasa-biasa saja’. Namun yang di luar dugaan saya, dia seperti tidak punya keinginan untuk mengungguli Jokowi-Hatta, padahal saya tau dalam suatu wawancara dia ‘menghabisi’ wartawan Asia News Channel, dengan logika cerdas. Dan si wartawan bule itu pun mengkerut.

Ia tidak lakukan ini kepada Jokowi. Bahkan ketika diberi kesempatan bertanya kepada Jokowi, Prabowo ‘hanya’ menanyakan yang datar-datar saja, bagaimana cara Jokowi nanti menangani tuntutan tuntutan pemekaran wilayah dan pilkada yang berbiaya mahal. Ia tidak menanyakan soal kasus korupsi Trans-Jakarta, atau ingkar janjinya kepada masyarakat Jakarta. Dia tidak menyerang. Dia tidak tendensius. Dia tidak meninggikan diri.

Sebaliknya, Jokowi berkali-kali menyebut dirinya ‘yang terbaik’ di PDIP. Dan ‘rekam jejak’. Dan ketika diberi kesempatan bertanya kepada Prabowo, yang sudah diduga itu muncul: Jusuf Kalla mempersoalkan pelanggaran HAM Prabowo di masa lalu.

Yang diluar dugaan saya, Prabowo cukup menjelaskan bahwa dia prajurit yang melaksanakan tugas. Dia tidak ‘membongkar’ atasannya. Hanya menyarankan Kalla untuk bertanya kepada atasannya waktu itu. Tentu dia bisa menambahkan kalimat: “Yang sekarang berada di kubu Bapak.” Tapi tidak.

Inikah jenderal penculik itu? Jenderal kejam itu? Perencana makar itu? Kok begitu pengalah. Begitu santun. Begitu hormat. Gambaran tentang Prabowo berbahan ‘informasi seken’ di kepala mendadak berubah. Saya jatuh cinta padanya.

Bagi saya itu sudah cukup. Tak perlu ada debat Capres kedua, ketiga.

Apakah ia sedang ber-acting? Sedang mematut-matut diri? Untuk mendapat simpati publik? Alhamdulillah, berbekal 20 tahun lebih hidup sebagai wartawan, saya tau persis mana sikap yang dibuat-buat, mana polesan, dan mana yang asli dari dalam. Prabowo jelas tidak pandai ber-acting. Itu adalah perbawa Prabowo.

Tunggu. Tapi kenapa sejak lama ia dicitrakan sedemikian buram, bahkan oleh beberapa petinggi TNI? Oleh lingkaran kekuasaan? Jawabannya adalah kisah klasik tentang Pangeran pewaris tahta di antara para petinggi kerajaan yang mengincar kekuasaan sang raja yang tengah udzur. Sang Pangeran terlalu cemerlang, ia hambatan terbesar bagi para peminat kekuasaan. Dan kerena itu harus ada jalan untuk menyingkirkannya. Dan Prabowo pun tersingkir dari lingkaran kekuasaan sedemikian lama.

Prabowo pun berminat pada kekuasaan, tapi dengan dorongan untuk menjadikan negerinya terhormat, seperti yang saya dambakan. Dia ingin naik kepada kekuasaan atas kehendak rakyat yang dicintainya. Dia membangun partai. Dia pasang iklan. Semua yang ia lakukan dalam usaha itu berdasarkan konstitusi, aturan dan etika.

Bagi saya, Prabowo adalah obat ‘herbal’ bagi masyarakat politik Indonesia sekarang yang kehilangan keindonesiaannya: saling serang, saling hujat, saling sikut, mengabaikan rasa malu. Pelipur bagi mental gampangan para pemimpin negeri ini: memberi konsesi kepada penanam modal asing adalah ‘prestasi’. Dan karena itu, di atas bumi yang kaya raya ini, manusianya miskin dan negaranya pengutang besar.


Prabowo ingin Indonesia berdaulat, terhormat dan bermartabat. Pesaingnya juga pasti menginginkan demikian. Kalau semua pihak berkeinginan dan berniat sama, tak perlu saling menjatuhkan. Saya yakin begitu pikiran Prabowo. Saya menaruh kepercayaan pada orang ini.

Oleh: Kafil Yamin

Friday, May 2, 2014

Anda lah Pengendali Kebahagiaan Anda

Ada seorang ibu yang 'curhat' terkait perasaan dan emosional yang dialaminya kepada saya beberapa waktu yang lalu. Yang dia ceritakan adalah sebuah perasaan yang sangat tidak baik baginya. Dan hal ini sudah mengganggunya dalam beberapa tahun terakhir. Praktis, si ibu ini merasa tidak bahagia dalam kehidupannya. Apa sebab? Menurut pengakuannya, sudah dua belas tahun lamanya, beliau dan ketiga anaknya 'ditinggal' tanpa 'kepastian' oleh sang suami. Apakah dicerai? Tidak. Apakah ditelantarkan secara ekonomi? Juga tidak. Apakah benar-benar putus hubungan? Juga tidak. Lalu seperti apa perlakuan sang suami yang dianggap oleh si ibu ini sebagai sebuah 'kezaliman' itu?

Dengan perasaan yang sangat emosional, diiringi dengan beberapa kali isakan dan tarikan nafas yang sangat dalam, si ibu menceritakan kisahnya kepada saya. Semua hal. Semua kelakuan suaminya. Semua penderitaannya. Saya serius mendengarkan. Saya harus serius menyimak, karena juga saya sangat serius untuk membantunya.

Sesi 'curhat' ini saya manfaatkan sebagai sesi utama dalam menggali akar masalahnya. Sesekali saya melakukan teknik interview 'meta-languange NLP'. Ini berguna dalam rangka reframing terhadap suatu hal atau suatu peristiwa. Karena suatu peristiwa yang diceritakan oleh si ibu itu belum tentu sungguh-sungguh seperti itu peristiwa yang sebenarnya. Yang beliau ceritakan sudah bercampur aduk dengan emosinya. Maka, bisa jadi peristiwa yang beliau ceritakan itu tidak lagi 'original'. Sudah banyak 'bumbu-bumbu subjektif' di situ. Kelihaian seorang terapis dalam mewawancara klien sungguh sangat mutlak diperlukan. Karena ini akan sangat menentukan keberhasilan dari sebuah proses terapi itu sendiri.

Setelah merasa cukup di sisi interview ini. Giliran saya yang banyak bicara. Saya mulai dengan penjelasan singkat mengenai hipnoterapi. Proses kerjanya. Manfaatnya. Bagaimana tingkat keberhasilannya, dll. Kemudian saya berikan sebuah 'progressive induction'. Dari sini, secara perlahan klien memasuki alam relaksasinya. Dengan beberapa teknik pendalaman (deepening), saya bantu klien memasuki lebih dalam lagi alam relaksasinya (alam bawah sadar). Sampai benar-benar dalam, barulah therapeutic suggestion-nya saya masukkan satu persatu ke alam bawah sadarnya. Saya berikan banyak sugesti-sugesti positif tentang kebahagian, tentang memaafkan, dan tentang meningkatkan rasa keberanian dalam menghadapi hidup, dan seterusnya, dan seterusnya.....

Singkat cerita. Sesi terapi awal selesai. 120 menit telah berlalu.

'Bagaimana perasaan ibu sekarang?' saya bertanya. Dia menarik nafas, sambil tersenyum. 'Dada saya terasa ringan sekali, sekarang mas'. 'Biasanya selalu sesak. Sesak gak jelas, sekarang sangat lega', katanya melanjutkan. 'Alhamdulillah, berarti ibu benar-benar pada konsentrasi yang sangat tinggi ketika saya berikan sugesti-sugesti positif tadi', kata saya menguatkan. 'Itu artinya, Ibu benar-benar ingin keluar dari masalah ini'. Ibu benar-benar ingin meraih kembali rasa kebahagiaan itu,' lanjut saya. Kini si ibu sudah merasakan emosi yang sangat kuat dari alam bawah sadarnya, bahwa bahagia atau tidak bahagia itu bukanlah kondisi di luar dirinya. Bukanlah sebuah hal yang ditentukan oleh orang lain. Tetapi diri kita sendiri lah yang menjadi pengendali kebahagiaan kita.
 ***
5 hari setelah memberikan sesi hipnoterapi kepada ibu tersebut, saya menerima SMS darinya.  Berikut isinya (asli dari bahasa si ibu): 'Slmt malam pak ferry, saya berterima ksh atas bantuan bpk. skr sy sdh sembuh, saya rasa tidak perlu terapi ke 2, krn sy sudah kuat. kiranya tuhan membalas semua kebaikan bapak. Amin.

Wow, saya senang luar biasa. Terimakasih Allah, Engkau telah jadikan hamba sebagai syari'at untuk kesembuhan seseorang. Saya bahagia sekali. Semakin bertambah pula jumlah klien yang dapat saya bantu, hingga mereka mampu menyelesaikan masalah emosional/pikiran/jiwa-nya sendiri. Saya sebagai fasilitator saja.
Jawaban SMS saya kepada si ibu ketika itu: 'Malam juga bu Reni (bukan nama sebenarnya), Sangat senang mendengarnya. Smg ibu Reni dan anak-anak jauh lebih baik, lebih kuat, dan lebih bahagia dari sebelumnya. GBU. Aamiin.' 


See! Sederhana sekali kan? Ternyata benar, bahagia itu hanya  mengenai persepsi!
***

Jika Anda, atau orang di sekitar Anda juga memiliki masalah emosional / pikiran yang sangat melelahkan dan membuat Anda tidak bahagia, tidak berani menghadapi hidup, selalu gelisah, tidak produktif, selalu malas, dll seperti yang dialami ibu di atas, maka saatnya lah Anda saya bantu melalui sesi hipnoterapi. Mau?

Untuk keterangan lebih lanjut, silakan temui saya di:
Cellular: 0811-1112-187
(Sementara di area Jabodetabek saja).

Thursday, April 10, 2014

Apakah Sesungguhnya Hipnosis Itu?

Jika kita mendengar kata “hypnosis (ejaan Indonesia: hipnosis)”, maka kemungkinan kita akan membayangkan suatu peristiwa yang tidak biasa, dimana seseorang dapat sedemikian mudahnya “mengontrol” orang lain, dan memberikan perintah-perintah yang terkadang tidak masuk di akal sehat, sesuatu yang sering kita saksikan di layar kaca.

Apa sesungguhnya Hypnosis itu ? Apakah Hypnosis terkait dengan kekuatan supranatural ? Apakah Hypnosis terkait dengan kuasa gelap, magis, atau mistik ?

Untuk memahami Hypnosis serta mekanisme yang terjadi di baliknya, maka kita akan membahasnya secara tahap demi tahap dalam rubrik “The Lounge” ini.
***

Hypnosis berasal dari kata “Hypnos” yang berasal dari kata Bahasa Yunani yang berarti “Dewi Tidur”. Istilah Hypnosis sendiri diperkenalkan oleh Dr. James Braid, seorang dokter berkebangsaan Inggris yang merupakan salah satu peneliti fenomena Hypnosis moderen.

Hypnosis memiliki banyak makna, dan bersifat kontekstual, tergantung dari sudut mana kita akan membahasnya.

Salah satu makna dari Hypnosis adalah bahwa “Hypnosis” merupakan salah satu dari keadaan kesadaran manusia (State of Consciousness), dimana dalam konteks ini “keadaan kesadaran manusia” secara sederhana dapat dibagi menjadi tiga keadaan alami, yaitu :

Normal State
Keadaan ini adalah keadaan normal seperti yang kita pahami dalam kehidupan sehari-hari. Keadaan dimana manusia bergerak sangat aktif dengan fokus pemikiran ke berbagai hal. Pada keadaan ini manusia cenderung untuk sulit menerima suatu “saran” yang berasal dari luar dirinya.

Hypnosis State

Keadaan ini adalah keadaan dimana obyek fokus pemikiran mulai berkurang, dan “area kritis” mulai berkurang keaktifannya. Pada kondisi ini manusia mulai lebih mudah menerima suatu “saran” yang berasal dari luar dirinya. Hypnosis State sering juga disebut sebagai kondisi “Hypnos” atau “Hipnosa”.

Sleep State
Keadaan tidur alami (tanpa mimpi), dimana pada keadaan ini pikiran manusia benar-benar terputus dari dunia luar, sehingga dalam kondisi ini manusia juga tidak dapat menerima saran yang berasal dari luar.
***

Dari penjelasan sederhana di atas, maka mulai dapat dipahami bahwa dalam suatu peristiwa Hypnosis, seorang Hypnotist (juru hipnotis) melakukan suatu proses tertentu yang dapat “menempatkan” seseorang ke dalam kondisi “Hypnos”, sehingga selanjutnya yang bersangkutan akan lebih mudah untuk “menerima” saran-saran yang disampaikan oleh Hypnotist tersebut, bahkan terkadang saran-saran yang mungkin dianggap tidak masuk akal.

***

Keadaan “Hypnos” merupakan keadaan alami sehari-hari kita, dimana dalam aktivitas sehari-hari kita nyaris selalu berpindah dengan cepat terutama dari keadaan “Normal” ke keadaan “Hypnos” dan sebaliknya.

Saat memasuki sebuah pusat perbelanjaan, kita dalam kondisi “Normal”, akan tetapi saat kita mengamati suatu barang yang menarik, mungkin kita akan segera memasuki kondisi “Hypnos”, sehingga seluruh citra barang tersebut menjadi lebih mudah kita rasakan, bahkan selanjutnya mungkin akan memicu rasa ingin memilikinya.

Dikutip dari IBH

Monday, April 7, 2014

Struktur Hipnosis Klasik

Hipnosis klasik atau yang biasa dikenal dengan konvensional hipnosis memiliki struktur yang penting untuk diketahui bagi para pembelajar hipnosis. Struktur hipnosis klasik yang dapat ditemui di pelatihan atau workshop dari kurikulum The Indonesian Board of Hypnotherapy adalah sebagai berikut:
  • Pre-Induction
  • Induction
  • Deepening
  • Depth Level Test
  • Suggestion
  • Termination
Untuk penjelasan di tiap-tiap tahapan di dalam struktur hipnosis klasik dapat disimak di bawah ini:

Pre-Induction
Ini adalah tahapan awal dimana seorang hipnotis atau seorang hipnoterapis bertemu dan berinterakso pertama kali di dalam sesi hipnosis ataupun hipnoterapi. Pada tahapan ini seorang hipnosis memberikan edukasi seputar hipnosis/hipnoterapi, melakukan pengenalan kondisi trance kepada subyek atau yang biasa dikenal dengan hypnotic training. Tes sugestibilitas yang digunakan untuk mengetahui tingkat sugestivitas subyek juga dilakukan pada tahapan ini. Di dalam konteks terapi (hipnoterapi), pada tahapan ini digunakan untuk menggali informasi tentang klien dan permasalahan klien.

Induction
Pada tahapan ini seorang hipnotis memandu subyek untuk memasuki kondisi hipnosis (trance). Untuk dapat mengetahui teknik induksi yang tepat dapat diperoleh dari hasil observasi pre-induction. Ada beberapa teknik untuk membawa subyek memasuki kondisi hipnosis. Beberapa teknik yang biasa digunakan dalam sesi hipnoterapi adalah Progressive Relaxation dan Dave Elman Induction. Bila dalam sesi hiburan/hipnotis panggung sering menggunakan teknik shock induction

Deepening
Suatu tahapan dimana subyek dipandu untuk memasuki kondisi hipnosis yang lebih dalam. Kedalam kondisi hipnosis/trance disesuaikan dengan kebutuhan . Kebutuhan kedalaman trance pada hipnosis panggung dan hipnoterapi tentu saja berbeda. Dalam hipnosis panggung, subyek tidak perlu di bimbing untuk memasuki kondisi trance yang palinng dalam (somnambulism). Tapi bila dalam kegiatan terapi/hipnoterapi klien dibimbing untuk memasuki kondisi sombambulism.

Depth Level Test
Ini merupakan tahapan dimana seorang hipnotis/hipnoterapis menguji tingkat kedalaman subyek. Untuk mengetahui skala kedalaman subyek bisa menggunakan Davis-Husband Scale. Teknik Ideo Motor Response adalah salah satu cara untuk mengkonfirmasi kedalam subyek. Seorang hipnotis/hipnoterapis yang sudah terlatih memiliki kemampuan untuk membaca kedalaman hipnosis hanya dengan mengamati tanda-tanda fisik pada subyek.

Suggestion
Inilah inti dari kegiatan hipnosis/hipnoterapi dimana sugesti ditanamkan di pikiran bawah sadar manusia untuk segala kepentingan yang dibutuhkan oleh subyek/klien terapi dan juga seorang hipnotis/hipnoterapis.

Termination
Mengakhiri kondisi dan sesi hipnosis dilakukan pada tahapan ini. Seorang hipnotis/hipnoterapis membimbing subyek untuk kembali pada kondisi normal.
Demikianlah struktur hipnosis klasik yang dipelajari pada workshop fundamental hypnotherapy sesuai dengan standarisasi materi Indonesian Board of Hypnotherapy.

cited from: Click Here

Thursday, March 6, 2014

AHT IDEAL; PAS DAN PROPORSIONAL


AHT (Average Handling Time) ideal itu adalah durasi yang ‘pas dan proporsional’ yang dibutuhkan untuk melayani seorang pelanggan. Dikatakan pas karena durasinya tidak terlalu lama, juga tidak terlalu singkat. Dikatakan proporsional karena waktu layanannya disesuaikan dengan jenis dan banyaknya pertanyaan, permintaan dan keluhan pelanggan. Keluhan atau permintaan pelanggan yang lebih banyak tentu memerlukan durasi layanan yang lebih lama pula. Karena memaksa pelanggan untuk mengakhiri percakapannya secara sepihak tentu bukanlah sebuah sikap yang mencerminkan service excellence

Dengan adanya term ‘pas’ dan ‘proporsional’ ini maka kesan terburu-buru dapat dihilangkan. Meskipun target AHT ditetapkan pada angka tertentu, namun tidak serta merta mematikan kesempatan pelanggan untuk bertanya lebih. Inilah prinsip dari pas dan proporsional. 

Dengan pemahaman prinsip pas dan proporsional ini, maka agent tetap bisa fokus dalam layanannya tanpa merasa dikejar-kejar oleh target AHT, sementara pelanggan merasa puas karena keinginannya tetap terpenuhi. Tugas team leader dalam memastikan pemahaman agent terhadap prinsip AHT pas dan proporsional ini sangat diperlukan. Sehingga dua hal sekaligus bisa didapat. Yang pertama adalah kepuasan pelanggan. Kedua adalah tercapainya target AHT agent.

AHT yang ditetapkan sebagai salah satu KPI individu agent itu dihitung dalam rentang waktu satu bulan performansi. Meskipun angkanya adalah rata-rata dalam satu bulan, namun agent tetap perlu me-maintain angka AHT-nya secara harian. Dengan maintain AHT secara harian itu akan membuat agent tetap menyadari performansi individunya dari hari ke hari dan dia akan senantiasa tertantang untuk memberikan layanan yang lebih efektif. Sehingga ketika suatu waktu agent menerima satu atau dua pelanggan yang butuh waktu layanan yang lebih dari seharusnya maka agent mengusahakan untuk dapat ‘menetralkan’ AHT-nya dengan percakapan-percakapan lain yang lebih singkat di hari-hari berikutnya.

AHT ideal pada sebuah call center tentu berbeda dengan call center lain yang jenis usaha/organisasinya berbeda. Atau bisa juga berbeda target AHT-nya meskipun jenis usahanya sama. Ini sepenuhnya ditentukan oleh kebijakan perusahaan. AHT di Call Center pelanggan perusahaan telekomunikasi misalnya, tentu berbeda dengan Call Center konsultasi kesehatan. AHT Call Center Banking berbeda dengan AHT Call Center sebuah rumah sakit, hotel, jasa transportasi, dan lain-lain. AHT pada Call Center yang hanya menerima permintaan informasi tentu bisa lebih singkat dibanding dengan Call Center yang mengkhususkan layanan pada technical support atau trouble-shooting help desk. Singkatnya, AHT itu bisa sangat variatif tergantung dari tujuan layanan yang diberikan dan juga tergantung pada kebijakan top management.

Dengan pemahaman yang baik tentang AHT ideal ini diharapkan semua pekerja Call Center dapat bekerja dengan maksimal. Karena permasalahannya sudah dilihat dari banyak sudut pandang. Sehingga AHT ideal itu tidak lagi terpaku pada angka mutlak tertentu saja. Misalnya harus 3 menit, harus 4 menit, dan sebagainya. Sekali lagi bukan itu yang disebut ideal. Penekanan seperti itu hanya akan menjauhkan pelanggan dari rasa puas. Kalau tidak berujung kecewa. 

Bahwa AHT ideal di sebuah organisasi Call Center belum tentu ideal di Call Center lain adalah sebuah keniscayaan. Maka dengan premis tersebut, penulis dapat menyarankan jika team management sebuah Call Center ingin melakukan benchmark terkait AHT dan penanganannya sebaiknya dilakukan ke Call Center yang sejenis. Sejenis bidang usahanya, sejenis pula segmentasi pelanggan dan data demografinya, dan lain-lain. Itu idealnya. Namun bukan berarti benchmark tidak dapat dilakukan ke jenis Call Center yang berbeda. Tetap bisa. Tapi ketika diimplementasi ke Call Center sendiri tentu akan perlu beberapa modifikasi dan perlu di-customized.

#Untuk Contact Center Indonesia yang Lebih Baik!
*picture is powered by google
---

Temukan juga artikel terkait lainnya:
Relokasi Contact Center atau Multi-sites
Proses dan Sikap Layanan seorang Agent Contact Center
Pengertian FCR dan Repeated Calls di Contact Center
Perbedaan Call Center dan Contact Cente
Tentang AHT (Average Handling Time)
AHT Ideal: Pas dan Proporsional

Wednesday, February 19, 2014

Tentang AHT (Average Handling Time)


Secara definisi, Average Handling Time (AHT) dapat kita sampaikan dengan kalimat berikut: waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam satu transaksi percakapan antara agent dengan pelanggan. Waktunya dihitung sejak awal pelanggan diterima oleh agent, termasuk hold time untuk melakukan pengecekan data dan lain-lain, hingga transaksi selesai. Transaksi selesai itu ditandai dengan closing greeting dari agent dan agent menekan tombol release pada call master.

AHT adalah salah satu Call Center Metrics yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah Call Center. Peranannya berdampak langsung pada perhitungan kebutuhan staff (agent), dan akan berujung pada angka Service Level yang akan diraih. Hubungan AHT dengan Staffing itu berbanding lurus. Semakin tinggi AHT-nya, semakin banyak agent yang dibutuhkan, begitu juga sebaliknya. Karena terkait langsung dengan berapa jumlah agent yang dibutuhkan, maka dampak bisnisnya adalah ‘cost’. Semakin tinggi AHT, semakin banyak agent yang harus disewa, dan semakin banyak cost yang keluar. AHT tinggi, biaya mahal. AHT kecil, biaya biasa ditekan.

Bagi Call Center yang tidak bermasalah dengan cost, tingginya AHT tentu tidak akan menjadi concern. Karena mereka bisa mengalihkan tinggi-nya AHT ini dengan jumlah ketersediaan agent yang banyak. Namun, tentu prinsip ini tidak akan bisa berlaku bagi organsisasi yang sangat ketat dari sisi ‘cost’. Apalagi, dalam konteks kompetisi bisnis modern, efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Sehingga, kebijakan membiarkan AHT berjalan sendirinya, tanpa ada ‘pengendalian’ pada suatu organisasi Call Center adalah sebuah hal yang tidak tepat.

Dalam rangka ‘pengamanan’ bisnis inilah, maka management Call Center melakukan ‘kajian’ untuk mendapatkan durasi AHT yang ideal. Waktu rata-rata yang pas untuk dapat menyelesaikan sebuah transaksi percakapan,baik itu yang berupa pertanyaan terkait informasi produk/promo/program, permintaan aktivasi/deaktivasi, hingga keluhan. Kajian ini bisa dilakukan langsung oleh pihak terkait dalam organisasi Call Center tersebut, atau bisa juga menggunakan jasa konsultan Call Center.

AHT ideal tersebut dapat diperoleh dengan merekam sebanyak mungkin percakapan dari semua jenis pertanyaan, permintaan dan keluhan untuk kemudian dicari angka rata-ratanya. Atau bisa juga dilakukan berdasarkan perhitungan dengan simulasi, atau bisa juga dengan melakukan mystery calling, atau gabungan dari semuanya.

Setelah mendapatkan AHT yang dianggap ideal, maka angka AHT ini perlu ditetapkan sebagai salah satu parameter KPI (Key Performance Indicator) organisasi tersebut. Dan agar lebih terinternalisasi semangatnya dalam diri masing-masing agent, maka parameter AHT ini perlu dimasukkan juga sebagai salah satu parameter KPI individual agent. Sehingga agent akan senantiasa terus terpacu untuk membuat traksaksi layanannya menjadi lebih efektif.

Efektifitas komunikasi seorang agent itu dapat diukur dari beberapa hal, diantaranya parameter ‘Penyampaian informasi yang jelas dan benar.’ Ini terkait dengan kejelasan dan kebenaran informasi yang disampaikan sehingga pelanggan tidak minta diulangi penjelasannya. Parameter ini juga dapat mengukur tentang pemahaman produk seorang agent. Selanjutnya ada parameter ‘Penjelasan yang sistematis dan runut.’ Ini terkait dengan SOP yang teratur dan kemampuan agent dalam menjelaskan hal yang detail. Berikutnya ada parameter ‘Menghindari kalimat jargon’. Kemudian ada juga parameter ’Menghindari kalimat yang berbelit-belit’, dan lain-lain.

Selain dari efektifitas komunikasi individual agent, AHT juga dipengaruhi oleh performa sistem atau aplikasi Call Center yang digunakan. Semakin cepat kinerja sistem atau aplikasinya maka akan semakin mudah bagi agent untuk mengeksekusinya.

Semakin cepat akses aplikasi dan web portal maka semakin minimal kemungkinan agent untuk perlu melakukan hold time. Dan hold time ini sangat signifikan kaitannya dengan tinggi rendahnya AHT. Diantara system mandatory yang perlu dimiliki oleh sebuah Call Center untuk menunjang performansi kinerja Call Center-nya adalah knowledge based portal (situs internal berupa bank informasi, termasuk laman SOP), dan juga aplikasi CRM (Customer Relationship Management) yang tidak hanya digunakan untuk melihat semua informasi tentang pelanggan (beserta informasi akunnya) juga dapat digunakan sebagai alat pencatatan / dokumentasi setiap transaksi yang pernah dilakukan oleh semua agent dengan pelanggan.


Demikian penjelasan mengenai AHT ini, semoga berguna. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. InsyaAllah di pertemuan berikutnya akan kita bahas 'Apa itu AHT ideal?'

Monday, February 10, 2014

Manusia di pintu-pintu Kota

Berjejal memenuhi terminal-terminal.
Mengular antri di stasiun-stasiun kereta api.
Menumpuk bak laron di peron-peron.
Bergugus di halte-halte bus.
Menahan gerah di lampu-lampu merah.
Rombongan bermotor menyemut semrawut.
Pejalan, tak mengenal lamban dan perlahan.

Berlari... Berlari... Berlari...

Untuk apa mereka lakukan semua itu?
Terus mengejar bayang semu?
Pilihannya: hidup bergerak atau mati kaku!

Pintu-pintu masuk ke kota ini memang tak pernah berhenti dilewati.
Laki-wanita, tua-muda, keluar rumah mengais mimpi.
Berangkat subuh, lewat isya syukur sudah kembali.

Untuk apa mereka lakukan semua itu?
Terus mengejar bayang semu?
Pilihannya: hidup bergerak atau mati kaku!

Tak trengginas, kau kan tergilas.
Tak tegas, kau kan dilibas.
Tak keras, kau terkipas.
Jika getas, kau kan tertindas.

Berlari. Berlari. Berlari.
Tak ada manusia yang berjalan lamban, apalagi perlahan di pintu-pintu masuk kota ini.

Betapapun kerasnya, kota ini tetap menjadi gula.
Manisnya merasuk ke cita-cita pengelana.
Menghimpun semut-semut datang padanya.
Ada yang pesta pora: juara!
Tak sedikit yang didera lara nestapa: menderita!
Beruntung jadi raja, buntung jadi jelata.

Ya.
Kota ini memang bak sarang lebah.
Kau lihai, kau dapatkan madu yg mencumbu.
Kau lalai, kau dapatkan lebah yang menyengat.

Dan,
Pintu-pintu masuk ke kota ini memang tak pernah berhenti dilewati.

--
Jakarta, 10 Februari 2014
-FerSus-

*Picture is powered by google

Sunday, February 9, 2014

Harmoni yang Tercerai

Nun dari sana, dari kampung Andalas, burung-burung mengantar kabar.
Menyeruak dari bilah-bilah waktu.
Terdengar cuitan kemarau.

Sumur tak berair. Sungai tinggal kerikil. Jalanan retak. Tanah melempung, pematang sawah merekah.
Berapa bulan sudah mentari memaksa bumi melepas air menguap ke dia yang tinggi. Menguap...
Dedaunan kecoklatan, hampir putus harapan menahan cintanya pada klorofil. Pepohonan meranggas.

Di sini, di pulau ini, anak-anak di pengungsian. Menangis digendong para ibu. Kakek, nenek disekat tenda-tenda donasi. Muda-mudi menjajakan kotak amal di pinggir jalan yg tak dilewati.
Mengungsi.

Air kiriman itu terlalu berlimpah. Banjir lagi, ujar juru siar di kotak-kotak ajaib itu.

Kering dan basah. Kemarau dan hujan. Sejatinya pasangan abadi dari sang Abadi.
Sepasang, tiada terpisahkan.

Tapi kini, pasangannya lari.
Sembunyi berhari-hari. 
Hujan, hujan, hujan lagi.
Banjir lagi.
Kemarau sang cintanya hujan meninggalkannya berhari-hari.
Pergi ke sana, entah kapan kembali.

Inilah waktu ketika harmoni itu tercerai.
Manusia sana, manusia sini dituduh biang keladi.
Sampah menumpuk. Pembangunan kota yg tak terkendali. Bagai pasukan kavaleri yg baru latihan berderap lari. Sulit berhenti.

Oo. Kenapa tak mau periksa diri?


Jakarta, penghujung Januari 2014.
-FerSus-

Monday, February 3, 2014

Dino, Gita and Risk Taking

"He who is not courageous enough to take risks will accomplish nothing in life.
-Muhammad Ali"

Membaca Dino dan Gita dalam sudut pandang ‘Succesfull Character’.

September 2013 yang lalu, Dino Patti Djalal mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat. Posisi prestisius yang sudah diraihnya di usia relatif muda itu ditinggalkan, demi sebuah perjuangan yang lebih besar di tanah air. Apa itu? Dino ditantang oleh ‘guru’nya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk ikut meramaikan konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat.

Dino Patti Djalal menjadi salah seorang dari 10 peserta pada konvensi calon presiden partai berlambang mercy itu. Menurut Dino ini adalah sebuah panggilan. Meskipun kesempatan dan peluang yang dimiliki oleh semua kandidat konvensi relatif sama, Dino menganggapnya menjadi sebuah tantangan tersendiri. SBY sudah menjamin, tidak akan ada ‘anak emas’. Siapapun bisa menang. Termasuk Dino.

Apakah Dino yakin akang bisa memenangkan konvensi tersebut sehingga rela meninggalkan posisinya sebagai Duta Besar untuk USA? Belum tentu. Tapi dia berani mengambil peluang itu. Peluang dan resiko sekaligus. Resiko kehilangan jabatan. Resiko tidak populer juga tentunya. 

Namun, poin yang perlu dicatat adalah pengunduran dirinya ini menunjukkan sifatnya yang ksatria. Fokus. Tidak setengah-setengah. Total, dan risk-taker.  Dan risk-taking ini adalah salah satu sifat utama bagi pribadi sukses.

Hari ini, 31 Januari 2014, seorang tokoh muda lain, Gita Wirjawan, juga mengundurkan diri dari sebuah posisi yang bukan biasa. Dia meninggalkan posisinya sebagai Menteri Perdagangan RI. Alasannya sama dengan Dino, agar dapat fokus dalam usaha memenangkan dirinya di konvensi calon presiden Partai Demokrat. Meskipun, desakan untuk mundur dari Menteri Perdagangan sudah bergulir dari beberapa bulan yang lalu, keputusannya untuk menyatakan mundur efektif per 1 Februari 2014 ini patut diapresiasi.

Dua tokoh muda potensial, Dino dan Gita, sudah sama-sama mundur dari jabatannya masing-masing. Mereka ‘tertantang’ untuk mencoba sesuatu yang lebih tinggi. Mereka sedang menantang dirinya sendiri untuk keluar dari zona nyamannya. Menantang dirinya untuk berani mengambil resiko. 

Tidak semua orang berani mengambil resiko. Hanya mereka yang bermental pemenanglah yang berani ambil resiko. Tidak terhitung lagi berapa banyak orang sukses yang mengonfirmasikan argument ini.  Seperti ungkapan Muhammad Ali, legenda tinju dunia, bahwa mereka yang tidak cukup berani untuk mengambil resiko tidak akan kebagian apa pun dalam hidupnya. Tidak akan menyelesaikan apapun dalam hidupnya. Semangat inilah yang tampaknya dimiliki oleh Dino dan Gita saat ini.

Akankah salah seorang dari mereka ini ada yang berhasil, hingga lolos masuk ke kontestasi PILPRES 2014 ini? Kita lihat saja. Setidaknya keduanya sudah menunjukkan sikap yang committed untuk terus maju. Untuk terus berkembang. 

Risk taking. Inilah salah satu sifat orang sukses, successful character, yang  sangat perlu dimiliki bagi siapapun yang ingin gemilang dalam hidupnya.

Siapakah yang akan mengulang sukses SBY di 2004 yang lalu. Mundur dari kabinet Megawati Soekarno Puteri, ikut menjadi kandidat presiden, dan menang! Let’s see.

Bagaimanapun, dengan pilihan yang dilakukan oleh Dino dan Gita ini kita harapkan dapat menginspirasi anak muda Indonesia lainnya untuk terus berkarya. Terus melakukan yang terbaik di bidangnya masing-masing. Dan pada saatnya, bagi anak-anak muda Indonesia juga diperlukan keberanian untuk mengambil resiko dalam hidup demi sebuah lompatan yang lebih tinggi.

Salam successful character.
*Ditulis pada tanggal 31 Januari 2014. Posted on February 3, 2014.