"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"

2012/08/07

First Call Resolution (FCR) and Repeated Calls

Dalam pengelolaan contact center, istilah First Call Resolution (FCR) telah menjadi salahsatu term yang sangat populer. First Call Resolution (FCR) merupakan salahsatu parameter yang bisa [sangat] mempengaruhi Service Level secara keseluruhan. Seperti apa hubungan antara First Call Resolution (FCR) dengan pencapaian Service Level? Untuk menjawab pertanyaan tersebutlah, tulisan ini dibuat.

Pertama, saya sampaikan pengertian dasar apa itu First Call Resolution (FCR) dalam tampilan matematis berikut ini:

FCR performance is the percentage of customers who achieved call resolution in one call.

Berapa banyak pelanggan yang [merasa] masalahnya teratasi, requestnya terpenuhi, atau pertanyaannya terjawab dalam satu kali call saja dibandingkan dengan jumlah total call, itulah yang dimaksud dengan Performansi FCR. Semakin tinggi nilai FCR-nya semakin ‘memuaskan’ layanan call center tersebut di persepsi pelanggan.

Pelanggan tidak perlu melakukan panggilan kedua, ketiga atau seterusnya untuk memenuhi keperluannya terkait dari layanan call center yang ditelponnya tersebut. One call is enough! That’s the point of FCR performance.

Dalam praktiknya, tentu tidak semua transaksi bisa diselesaikan secara langsung oleh seorang agent di satu kali call. Ada banyak transactions / cases yang harus dieskalasikan ke bagian back-end support karena keterbatasan agent’s authority dari aplikasi-aplikasi tertentu misalnya. Atau karena terjadinya gangguan sistem sehingga request atau problem pelanggan tidak bisa langsung diselesaikan di panggilan pertama.

Selain dari kumpulan calls yang termasuk dalam FCR adalah calls yang [bisa] memicu terjadinya repeated calls. Jika ini terjadi, maka bisa diprediksikan call offered akan meningkat. Kalau staf WFM (work force management) sudah bisa melakukan forecast call dari potensi repeated calls tentu Service Level masih bisa dijaga dengan baik [sepanjang ketersediaan agents memenuhi kebutuhan staffing].

Ceritanya akan lain lagi jika potensi repeated calls tersebut luput dari bagian forecast oleh staf WFM, maka resiko SL drop akan menjadi sangat mengkhawatirkan. Karena pelanggan yang tidak atau kurang puas dengan panggilan pertamanya akan melakukan panggilan kembali berkali-kali sampai mereka merasa satisfied. Ketika panggilan berulang terus dilakukan dan dilayani oleh agent-agent yang berbeda maka secara psikologis, agent yang melayani kemudiannya akan menjadi terganggu kepercayaan dirinya [bisa juga tidak].

Dari uraian sederhana di atas sudah terlihat seperti apa hubungan FCR dan SL. Kemudian, mari kita lihat faktor apa saja yang bisa membuat performansi FCR menjadi tidak baik.

Pertama, tentu saja faktor agent. Ketidakcakapan seorang agent dalam delivering service akan memicu pelanggan mencari alternative solution / information dengan menghubungi agent yang lainnya. Maka repeated call dengan case/inquiry yang sama akan terjadi. Untuk mengatasi masalah ini, training product knowledge, telephony skills dan phone courtesy bisa menjadi pilihan management. Trainingnya sendiri bisa macam-macam; classical, tandem, roleplay atau metode-metode lain yang dianggap bisa membantu.

Kedua adalah faktor prosedur. Call center yang memberikan otoritas yang luas kepada seorang agent dalam handling problem akan sangat mempengaruhi pada kecepatan solve-nya masalah pelanggan. Sementara call center yang menerapkan prosedur yang terlalu ketat, birokratis dan banyak lapisan untuk approval tentu akan bisa menghambat pencapaian FCR ini. Solusi untuk faktor ini adalah perlunya melakukan ‘simplifikasi’ SOP. Namun, ini sepenuhnya tergantung kepada kebijakan manajemen.

Ketiga adalah faktor sistem atau teknologi. Sistem atau teknologi ini bisa berupa software dan ataupun hardware. Kegagalan kerja sistem atau teknologi ini akan sangat memicu datangnya call berulang. Gangguannya bisa terjadi di teknologi / tool call center-nya atau bisa juga gangguan yang terjadi pada teknologi pendukung atau yang dijual ke end-user. Pada saat gangguan terjadi, pelanggan akan secara berkala melakukan panggilan ke call center untuk memastikan apakah gangguan/permasalahan di sistemnya sudah selesai atau belum. 

Untuk mengatasi masalah ketiga ini diantaranya adalah dengan melakukan pengecekan perangkat secara intensif oleh team IT, atau dengan menggunakan perangkat dari vendor yang handal. Dan pasti masih banyak solusi lain yang bisa dilakukan, tergantung pada masalahnya.

Demikian sedikit ulasan mengenai FCR. Tentu bagi bapak/ibu pegiat call center semua, hal yang saya tuliskan ini adalah hal yang sudah menjadi ‘makanannya’ sehari-hari.

Terimakasih telah bersedia menyimak.
Salam, maju terus contact center Indonesia.

2012/08/06

Filosofi Buah

Tentang buah.....

1. Pohon tidak makan dari buahnya sendiri.

Buah adalah hasil dari pohon.
Dari mana pohon memperoleh makan? Pohon memperoleh makan dari tanah. Semakin dalam akarnya makin banyak nutrisi yang diserap.

Ini berbicara tentang kedekatan hubungan kita dengan Sang Pencipta sebagai Sumber Kehidupan.

Mengapa buah kurma manis sekali. Pohon kurma itu ditanam di padang pasir. Bijinya ditaruh di kedalaman 2 meter, kemudian ditutup dengan 4 lapisan.

Sebelum pohon kurma itu tumbuh, dia berakar begitu dalam sampai kemudian menembus 4 lapisan tersebut dan menghasilkan buah yang manis di tengah padang pasir.

Ada proses tekanan begitu hebat ketika kita menginginkn hasil yang luar biasa. Seperti juga pegas yang memiliki daya dorong kuat ketika ditekan.

2. Pohon tidak tersinggung ketika buahnya dipetik orang.

Kadang kita protes, kenapa kerja keras kita yang menikmati justru orang lain. Inilah prinsip memberi.

Kita ini bukan bekerja untuk hidup, tetapi bekerja untuk memberi buah.
Kita bekerja keras supaya kita dapat memberi lebih banyak kepada orang yang membutuhkan.
Jadi bukan untuk kenikmatan sendiri.

Cukupkanlah dirimu dengan apa yang ada padamu, tapi tidak pernah ada kata cukup untuk memberkati orang lain dengan pemberian kita.

3. Buah yang dihasilkan pohon itu menghasilkan biji, dan biji itu menghasilkan multiplikasi.

Ini bicara tentang bagaimana hidup kita memberi dampak positif terhadap orang lain.

Menjadi Orang bukan masalah posisi/jabatan, tapi mengenai pengaruh dan inspirasi yang diberikan kepada orang lain.

Selamat bertumbuh menjadi pohon yang bermanfaat.
---
Semoga bermanfaat. Kiriman dari seorang sahabat.

2012/08/01

Tahapan Proses Berpikir Kreatif dalam Pemecahan Masalah

1. Persiapan (Preparation)

Tahap awal berpikir kreatif menuntut individu mempersiapkan diri dengan pengetahuan, pengalaman, serta keterampilan yang relevan. Proses ini mencakup peningkatan kapasitas melalui pendidikan, membaca, berdiskusi, serta keterlibatan aktif dalam berbagai pengalaman kerja sehingga tercipta landasan kognitif yang memadai.

2. Penyelidikan (Investigation)
Sebelum menghasilkan gagasan baru, perlu dilakukan eksplorasi menyeluruh terhadap permasalahan yang dihadapi. Pengumpulan data, analisis informasi, serta pemahaman mendalam atas konteks masalah menjadi prasyarat penting agar solusi yang muncul relevan dan terarah.

3. Konsentrasi (Concentration)
Fase ini menekankan pemusatan perhatian secara penuh terhadap permasalahan. Dengan konsentrasi, individu dapat mengembangkan berbagai alternatif solusi melalui pendekatan kreatif seperti metode ATM-I (Amati, Tiru, Modifikasi, Inovasi) maupun SCAMPER (Substitute, Combine, Adapt, Modify, Put to another use, Eliminate, Reverse).

4. Pengeraman (Incubation)
Apabila solusi belum ditemukan, diperlukan jeda yang memungkinkan pikiran bekerja secara tidak sadar. Pada tahap ini, aktivitas lain yang lebih rileks dapat menstimulasi gelombang otak alpha dan theta, yang terbukti mendukung munculnya ide-ide kreatif.

5. Pencerahan (Illumination)
Tahap pencerahan merupakan momen munculnya gagasan baru yang orisinal, sering digambarkan sebagai aha moment. Inspirasi kerap muncul secara tiba-tiba setelah periode pengeraman, sebagaimana pengalaman Archimedes ketika menemukan prinsip hidrostatis.

6. Verifikasi (Verification)
Gagasan yang lahir perlu diuji melalui pemikiran logis dan analisis rasional. Proses verifikasi bertujuan memastikan apakah ide tersebut layak diterapkan, realistis, serta memiliki efektivitas praktis dalam menjawab persoalan.

7. Implementasi (Implementation)
Tahap akhir adalah penerapan gagasan dalam praktik nyata. Hanya melalui implementasi, ide kreatif dapat memberikan kontribusi nyata dalam penyelesaian masalah dan menghasilkan perubahan yang diharapkan.