Bagi Sobat Bloggers yang mau tukeran link, monggo ditunggu konfirmasinya di email feribatahan@yahoo.com ya. Terimakasih dan tetap SEMANGAT Kakak! ****** Yang ingin berdiskusi tentang Customer Operation, Contact Center, People Management, Ecommerce, Digital Marketing hingga Hypnotherapy juga boleh via WA +6281999798081:)

Wednesday, February 19, 2014

Tentang AHT (Average Handling Time)


Secara definisi, Average Handling Time (AHT) dapat kita sampaikan dengan kalimat berikut: waktu rata-rata yang dibutuhkan dalam satu transaksi percakapan antara agent dengan pelanggan. Waktunya dihitung sejak awal pelanggan diterima oleh agent, termasuk hold time untuk melakukan pengecekan data dan lain-lain, hingga transaksi selesai. Transaksi selesai itu ditandai dengan closing greeting dari agent dan agent menekan tombol release pada call master.

AHT adalah salah satu Call Center Metrics yang sangat penting dalam pengelolaan sebuah Call Center. Peranannya berdampak langsung pada perhitungan kebutuhan staff (agent), dan akan berujung pada angka Service Level yang akan diraih. Hubungan AHT dengan Staffing itu berbanding lurus. Semakin tinggi AHT-nya, semakin banyak agent yang dibutuhkan, begitu juga sebaliknya. Karena terkait langsung dengan berapa jumlah agent yang dibutuhkan, maka dampak bisnisnya adalah ‘cost’. Semakin tinggi AHT, semakin banyak agent yang harus disewa, dan semakin banyak cost yang keluar. AHT tinggi, biaya mahal. AHT kecil, biaya biasa ditekan.

Bagi Call Center yang tidak bermasalah dengan cost, tingginya AHT tentu tidak akan menjadi concern. Karena mereka bisa mengalihkan tinggi-nya AHT ini dengan jumlah ketersediaan agent yang banyak. Namun, tentu prinsip ini tidak akan bisa berlaku bagi organsisasi yang sangat ketat dari sisi ‘cost’. Apalagi, dalam konteks kompetisi bisnis modern, efisiensi menjadi hal yang sangat penting. Sehingga, kebijakan membiarkan AHT berjalan sendirinya, tanpa ada ‘pengendalian’ pada suatu organisasi Call Center adalah sebuah hal yang tidak tepat.

Dalam rangka ‘pengamanan’ bisnis inilah, maka management Call Center melakukan ‘kajian’ untuk mendapatkan durasi AHT yang ideal. Waktu rata-rata yang pas untuk dapat menyelesaikan sebuah transaksi percakapan,baik itu yang berupa pertanyaan terkait informasi produk/promo/program, permintaan aktivasi/deaktivasi, hingga keluhan. Kajian ini bisa dilakukan langsung oleh pihak terkait dalam organisasi Call Center tersebut, atau bisa juga menggunakan jasa konsultan Call Center.

AHT ideal tersebut dapat diperoleh dengan merekam sebanyak mungkin percakapan dari semua jenis pertanyaan, permintaan dan keluhan untuk kemudian dicari angka rata-ratanya. Atau bisa juga dilakukan berdasarkan perhitungan dengan simulasi, atau bisa juga dengan melakukan mystery calling, atau gabungan dari semuanya.

Setelah mendapatkan AHT yang dianggap ideal, maka angka AHT ini perlu ditetapkan sebagai salah satu parameter KPI (Key Performance Indicator) organisasi tersebut. Dan agar lebih terinternalisasi semangatnya dalam diri masing-masing agent, maka parameter AHT ini perlu dimasukkan juga sebagai salah satu parameter KPI individual agent. Sehingga agent akan senantiasa terus terpacu untuk membuat traksaksi layanannya menjadi lebih efektif.

Efektifitas komunikasi seorang agent itu dapat diukur dari beberapa hal, diantaranya parameter ‘Penyampaian informasi yang jelas dan benar.’ Ini terkait dengan kejelasan dan kebenaran informasi yang disampaikan sehingga pelanggan tidak minta diulangi penjelasannya. Parameter ini juga dapat mengukur tentang pemahaman produk seorang agent. Selanjutnya ada parameter ‘Penjelasan yang sistematis dan runut.’ Ini terkait dengan SOP yang teratur dan kemampuan agent dalam menjelaskan hal yang detail. Berikutnya ada parameter ‘Menghindari kalimat jargon’. Kemudian ada juga parameter ’Menghindari kalimat yang berbelit-belit’, dan lain-lain.

Selain dari efektifitas komunikasi individual agent, AHT juga dipengaruhi oleh performa sistem atau aplikasi Call Center yang digunakan. Semakin cepat kinerja sistem atau aplikasinya maka akan semakin mudah bagi agent untuk mengeksekusinya.

Semakin cepat akses aplikasi dan web portal maka semakin minimal kemungkinan agent untuk perlu melakukan hold time. Dan hold time ini sangat signifikan kaitannya dengan tinggi rendahnya AHT. Diantara system mandatory yang perlu dimiliki oleh sebuah Call Center untuk menunjang performansi kinerja Call Center-nya adalah knowledge based portal (situs internal berupa bank informasi, termasuk laman SOP), dan juga aplikasi CRM (Customer Relationship Management) yang tidak hanya digunakan untuk melihat semua informasi tentang pelanggan (beserta informasi akunnya) juga dapat digunakan sebagai alat pencatatan / dokumentasi setiap transaksi yang pernah dilakukan oleh semua agent dengan pelanggan.


Demikian penjelasan mengenai AHT ini, semoga berguna. Sampai jumpa di tulisan berikutnya. InsyaAllah di pertemuan berikutnya akan kita bahas 'Apa itu AHT ideal?'

Monday, February 10, 2014

Manusia di pintu-pintu Kota

Berjejal memenuhi terminal-terminal.
Mengular antri di stasiun-stasiun kereta api.
Menumpuk bak laron di peron-peron.
Bergugus di halte-halte bus.
Menahan gerah di lampu-lampu merah.
Rombongan bermotor menyemut semrawut.
Pejalan, tak mengenal lamban dan perlahan.

Berlari... Berlari... Berlari...

Untuk apa mereka lakukan semua itu?
Terus mengejar bayang semu?
Pilihannya: hidup bergerak atau mati kaku!

Pintu-pintu masuk ke kota ini memang tak pernah berhenti dilewati.
Laki-wanita, tua-muda, keluar rumah mengais mimpi.
Berangkat subuh, lewat isya syukur sudah kembali.

Untuk apa mereka lakukan semua itu?
Terus mengejar bayang semu?
Pilihannya: hidup bergerak atau mati kaku!

Tak trengginas, kau kan tergilas.
Tak tegas, kau kan dilibas.
Tak keras, kau terkipas.
Jika getas, kau kan tertindas.

Berlari. Berlari. Berlari.
Tak ada manusia yang berjalan lamban, apalagi perlahan di pintu-pintu masuk kota ini.

Betapapun kerasnya, kota ini tetap menjadi gula.
Manisnya merasuk ke cita-cita pengelana.
Menghimpun semut-semut datang padanya.
Ada yang pesta pora: juara!
Tak sedikit yang didera lara nestapa: menderita!
Beruntung jadi raja, buntung jadi jelata.

Ya.
Kota ini memang bak sarang lebah.
Kau lihai, kau dapatkan madu yg mencumbu.
Kau lalai, kau dapatkan lebah yang menyengat.

Dan,
Pintu-pintu masuk ke kota ini memang tak pernah berhenti dilewati.

--
Jakarta, 10 Februari 2014
-FerSus-

*Picture is powered by google

Sunday, February 9, 2014

Harmoni yang Tercerai

Nun dari sana, dari kampung Andalas, burung-burung mengantar kabar.
Menyeruak dari bilah-bilah waktu.
Terdengar cuitan kemarau.

Sumur tak berair. Sungai tinggal kerikil. Jalanan retak. Tanah melempung, pematang sawah merekah.
Berapa bulan sudah mentari memaksa bumi melepas air menguap ke dia yang tinggi. Menguap...
Dedaunan kecoklatan, hampir putus harapan menahan cintanya pada klorofil. Pepohonan meranggas.

Di sini, di pulau ini, anak-anak di pengungsian. Menangis digendong para ibu. Kakek, nenek disekat tenda-tenda donasi. Muda-mudi menjajakan kotak amal di pinggir jalan yg tak dilewati.
Mengungsi.

Air kiriman itu terlalu berlimpah. Banjir lagi, ujar juru siar di kotak-kotak ajaib itu.

Kering dan basah. Kemarau dan hujan. Sejatinya pasangan abadi dari sang Abadi.
Sepasang, tiada terpisahkan.

Tapi kini, pasangannya lari.
Sembunyi berhari-hari. 
Hujan, hujan, hujan lagi.
Banjir lagi.
Kemarau sang cintanya hujan meninggalkannya berhari-hari.
Pergi ke sana, entah kapan kembali.

Inilah waktu ketika harmoni itu tercerai.
Manusia sana, manusia sini dituduh biang keladi.
Sampah menumpuk. Pembangunan kota yg tak terkendali. Bagai pasukan kavaleri yg baru latihan berderap lari. Sulit berhenti.

Oo. Kenapa tak mau periksa diri?


Jakarta, penghujung Januari 2014.
-FerSus-

Monday, February 3, 2014

Dino, Gita and Risk Taking

"He who is not courageous enough to take risks will accomplish nothing in life.
-Muhammad Ali"

Membaca Dino dan Gita dalam sudut pandang ‘Succesfull Character’.

September 2013 yang lalu, Dino Patti Djalal mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Duta Besar Republik Indonesia untuk Amerika Serikat. Posisi prestisius yang sudah diraihnya di usia relatif muda itu ditinggalkan, demi sebuah perjuangan yang lebih besar di tanah air. Apa itu? Dino ditantang oleh ‘guru’nya, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), untuk ikut meramaikan konvensi calon presiden (capres) Partai Demokrat.

Dino Patti Djalal menjadi salah seorang dari 10 peserta pada konvensi calon presiden partai berlambang mercy itu. Menurut Dino ini adalah sebuah panggilan. Meskipun kesempatan dan peluang yang dimiliki oleh semua kandidat konvensi relatif sama, Dino menganggapnya menjadi sebuah tantangan tersendiri. SBY sudah menjamin, tidak akan ada ‘anak emas’. Siapapun bisa menang. Termasuk Dino.

Apakah Dino yakin akang bisa memenangkan konvensi tersebut sehingga rela meninggalkan posisinya sebagai Duta Besar untuk USA? Belum tentu. Tapi dia berani mengambil peluang itu. Peluang dan resiko sekaligus. Resiko kehilangan jabatan. Resiko tidak populer juga tentunya. 

Namun, poin yang perlu dicatat adalah pengunduran dirinya ini menunjukkan sifatnya yang ksatria. Fokus. Tidak setengah-setengah. Total, dan risk-taker.  Dan risk-taking ini adalah salah satu sifat utama bagi pribadi sukses.

Hari ini, 31 Januari 2014, seorang tokoh muda lain, Gita Wirjawan, juga mengundurkan diri dari sebuah posisi yang bukan biasa. Dia meninggalkan posisinya sebagai Menteri Perdagangan RI. Alasannya sama dengan Dino, agar dapat fokus dalam usaha memenangkan dirinya di konvensi calon presiden Partai Demokrat. Meskipun, desakan untuk mundur dari Menteri Perdagangan sudah bergulir dari beberapa bulan yang lalu, keputusannya untuk menyatakan mundur efektif per 1 Februari 2014 ini patut diapresiasi.

Dua tokoh muda potensial, Dino dan Gita, sudah sama-sama mundur dari jabatannya masing-masing. Mereka ‘tertantang’ untuk mencoba sesuatu yang lebih tinggi. Mereka sedang menantang dirinya sendiri untuk keluar dari zona nyamannya. Menantang dirinya untuk berani mengambil resiko. 

Tidak semua orang berani mengambil resiko. Hanya mereka yang bermental pemenanglah yang berani ambil resiko. Tidak terhitung lagi berapa banyak orang sukses yang mengonfirmasikan argument ini.  Seperti ungkapan Muhammad Ali, legenda tinju dunia, bahwa mereka yang tidak cukup berani untuk mengambil resiko tidak akan kebagian apa pun dalam hidupnya. Tidak akan menyelesaikan apapun dalam hidupnya. Semangat inilah yang tampaknya dimiliki oleh Dino dan Gita saat ini.

Akankah salah seorang dari mereka ini ada yang berhasil, hingga lolos masuk ke kontestasi PILPRES 2014 ini? Kita lihat saja. Setidaknya keduanya sudah menunjukkan sikap yang committed untuk terus maju. Untuk terus berkembang. 

Risk taking. Inilah salah satu sifat orang sukses, successful character, yang  sangat perlu dimiliki bagi siapapun yang ingin gemilang dalam hidupnya.

Siapakah yang akan mengulang sukses SBY di 2004 yang lalu. Mundur dari kabinet Megawati Soekarno Puteri, ikut menjadi kandidat presiden, dan menang! Let’s see.

Bagaimanapun, dengan pilihan yang dilakukan oleh Dino dan Gita ini kita harapkan dapat menginspirasi anak muda Indonesia lainnya untuk terus berkarya. Terus melakukan yang terbaik di bidangnya masing-masing. Dan pada saatnya, bagi anak-anak muda Indonesia juga diperlukan keberanian untuk mengambil resiko dalam hidup demi sebuah lompatan yang lebih tinggi.

Salam successful character.
*Ditulis pada tanggal 31 Januari 2014. Posted on February 3, 2014.