"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"


2025/07/16

Menumbuhkan Kejeniusan di Contact Center: Belajar dari The Geography of Genius

Dalam bukunya yang terkenal, The Geography of Genius, Eric Weiner mengajak kita menjelajahi tempat-tempat paling kreatif dalam sejarah manusia; Athena, Hangzhou, Florence, Edinburgh, hingga Silicon Valley. Di tiap tempat, ia menemukan satu benang merah yang tak terbantahkan: kejeniusaan bukan sesuatu yang lahir secara tiba-tiba atau murni dari bakat bawaan, melainkan hasil dari lingkungan yang kaya akan budaya belajar, diskusi, dan kolaborasi.

Pertanyaannya: mungkinkah kita menumbuhkan ekosistem seperti itu, bukan di kota-kota besar dunia, melainkan di tempat kerja kita sehari-hari? Jawabannya: sangat mungkin. Bahkan di tengah kesibukan operasional sebuah contact center sekalipun.

Mengapa Contact Center Butuh Budaya Belajar dan Berbagi?

Contact center sering dianggap sebagai pusat layanan cepat, penuh SOP, dan ritme kerja yang repetitif. Namun di balik layar, pekerjaan agen contact center sangatlah kompleks: mereka menjadi ujung tombak interaksi brand dengan pelanggan, memecahkan masalah, dan menjaga kepuasan pelanggan dalam tekanan waktu yang sempit.

Tanpa budaya belajar, agen akan berhenti berkembang.

Tanpa budaya berbagi, pengetahuan praktis akan terputus, hanya bertahan dalam kepala masing-masing individu.

Tanpa komunitas keilmuan, organisasi kehilangan potensi besar untuk tumbuh dari dalam.

Padahal, seperti yang dikisahkan Weiner, kejeniusaan justru lahir dari lingkungan yang ramai, yang bising oleh pertanyaan, terbuka terhadap perbedaan, dan terus bergerak dalam diskusi.


Membangun “Athena” di Contact Center

Berikut beberapa prinsip yang bisa kita tiru dari kota-kota “genius” versi Eric Weiner dan terapkan di contact center:

1. Sediakan Ruang untuk Rasa Ingin Tahu

Athena dikenal karena filsuf-filsufnya yang tidak takut bertanya. Di contact center, penting menyediakan ruang di mana agen bisa bertanya, mengusulkan perbaikan, atau menyampaikan kebingungan tanpa takut dihakimi.

2. Dorong Budaya Berbagi Pengetahuan

Di Hangzhou dan Florence, ide-ide menyebar cepat karena adanya komunitas yang aktif. Demikian pula, agen perlu dilatih untuk saling berbagi teknik komunikasi, pengalaman kasus sulit, hingga best practice yang mereka temukan di lapangan.

3. Rayakan Keberagaman Pendekatan

Weiner menyebut bahwa keberagaman (diversity) adalah unsur penting dalam munculnya inovasi. Dalam tim contact center, keberagaman pengalaman, gaya bicara, atau strategi pendekatan pelanggan harus dihargai dan dibagikan.

4. Bangun Komunitas Pembelajar

Buat sesi berbagi rutin, micro-learning, mentoring antar agen senior-junior, hingga gamifikasi untuk tantangan knowledge sharing. Dari sana bisa lahir komunitas internal yang hidup, seperti “klub pemikir” ala Edinburgh abad ke-18.

5. Jangan Takut Kekacauan

Weiner menegaskan bahwa kejeniusan kerap lahir dari kekacauan yang terorganisir. Artinya, jangan takut dengan percobaan, ketidaksempurnaan, atau bahkan kegagalan. Di balik satu kesalahan, bisa lahir solusi jitu yang belum pernah dicoba sebelumnya.


Kesimpulan: Kejeniusan Itu Menular

Buku The Geography of Genius memberi pelajaran penting: kejeniusaan bisa ditumbuhkan, dan lebih dari itu, ia bisa menular. Asal ada budaya belajar, budaya berbagi, dan ruang sosial yang aktif, contact center bisa menjadi inkubator bagi agen-agen cerdas yang tidak hanya andal dalam melayani, tapi juga berkembang menjadi pemikir, pemecah masalah, dan bahkan pemimpin masa depan.

Mewujudkan itu semua bukan hanya tanggung jawab tim Learning & Development, tetapi tanggung jawab bersama, mulai dari pimpinan tim hingga setiap agen yang punya satu ide kecil untuk dibagikan.

Mari kita bangun Athena kita sendiri.

2025/07/15

Tanpa Unit Baru, Ini Cara Cerdas Memulai Fungsi Customer Experience di Tim Anda

Dalam dunia bisnis yang makin kompetitif, pengalaman pelanggan (Customer Experience/CX) bukan lagi sekadar pelengkap; ia bisa menjadi penentu keberhasilan. Namun, tak semua organisasi punya kemewahan untuk langsung membentuk unit CX khusus. Apalagi jika constraint anggaran masih jadi kenyataan sehari-hari.

Tapi tenang. Fungsi CX tetap bisa dijalankan tanpa harus menunggu terbentuknya departemen baru. Kuncinya? Memberdayakan yang sudah ada.

Berikan Kepercayaan pada Tim Customer Service

Langkah paling efektif adalah mempercayakan sebagian fungsi CX kepada para Leaders di unit Customer Service (CS). Mereka adalah garda depan, yang paling dekat dengan pelanggan, dan paling sering mendengar langsung suara mereka.

Namun agar fungsi ini berjalan efektif, perlu dilakukan dengan strategi sederhana tapi berdampak. Berikut pendekatannya:

1. Mulai dari Kompilasi Voice of Customer (VoC)

Jangan terburu-buru membentuk program besar. Mulailah dari apa yang sudah ada. Review secara berkala semua Voice of Customer; data interaksi, keluhan, pujian, maupun saran dari pelanggan yang tercatat di CRM, ticketing system, hingga media sosial.

Kompilasi data ini adalah fondasi. Ia menyimpan insight berharga yang sering tersembunyi dalam tumpukan percakapan harian.

2. Review dan Update Customer Journey Mapping

Jika tim Anda sudah memiliki customer journey mapping, jangan anggap itu dokumen mati. Dunia berubah. Ekspektasi pelanggan pun ikut berubah. Maka penting untuk terus me-review dan menilai ulang peta perjalanan pelanggan (customer journey).

Tanyakan:

  • Apakah titik-titik interaksi masih relevan? Cek semua omni-channels yang dimiliki.

  • Di mana pelanggan mulai frustrasi? Catat dan perhatikan.

  • Apakah semua touchpoints memberi nilai tambah?

3. Kelompokkan VoC Berdasarkan Touchpoints

Setelah memiliki VoC dan mapping journey, langkah berikutnya adalah memilah semua feedback pelanggan berdasarkan titik kontak (touchpoints) dalam perjalanan mereka.

Identifikasi masalah yang sering muncul di masing-masing titik; apakah saat onboarding, penggunaan layanan, atau saat mengajukan komplain pasca pembelian.

Catat semuanya. Tak perlu sempurna di awal, yang penting mulai.

4. Ajak Kolaborasi Lintas Departemen

CX bukan urusan satu divisi. Agar pengalaman pelanggan benar-benar seamless, semua pemimpin lintas tim harus diajak duduk bersama.

Buat sesi collaborative mapping. Identifikasi akar masalah bersama, lalu rumuskan action plan yang fokus pada satu tujuan utama: membuat perjalanan pelanggan bebas hambatan (frictionless).

Tak perlu rumit. Cukup sederhana, konsisten, dan dijalankan bersama. Yang sangat penting juga adalah komunikasi lintas divisi. Top management perlu membuatkan semacam surat keputusan bahwa CS Leader dijadikan sebagai orkestrator dalam pembenahan pengalaman pelanggan di setiap journey yang mereka rasakan terhadap produk atau layanan yang disediakan oleh bisnis. Dengan demikian, CS Leader ini memiliki ' dasar kekuatan' untuk menyatukan semua kapasitas yang ada dalam sebuah 'komite CX'.


Key Takeaways: CX Adalah Mindset, Bukan Sekadar Struktur

Memulai fungsi CX tak harus menunggu terbentuknya unit atau anggaran besar. Yang dibutuhkan adalah keberanian untuk memulai, kemauan untuk mendengar, dan komitmen untuk terus memperbaiki.

Pemimpin CS adalah kandidat alami untuk memulai peran ini. Dan dengan kolaborasi lintas tim, organisasi Anda bisa menciptakan pengalaman pelanggan yang lebih baik, tanpa harus menunggu waktu yang "sempurna".

Karena dalam CX, yang paling penting bukan siapa yang punya jabatan, tapi siapa yang paling peduli pada pelanggan.