"Mulai dengan Bismillah, Luruskan Niat. Allah Maha Melihat!"

2025/10/01

Pecah di Bawah Naungan Ka'bah

PPP kembali jadi berita.

Bukan karena prestasi.
Bukan karena gagasan besar.
Tapi karena Muktamar yang pecah.
Dua kubu saling klaim Ketua Umum.
Satu kubu mantan Ketum, Mardiono.
Satu kubu Agus S. bersama T. Yasin.

Luar biasa.
Bukan luar biasa membanggakan, tapi memalukan.

photo: sindonews.com


Sejarah yang Terlupa

PPP lahir tahun 1973.
Hasil fusi paksa empat partai Islam.
NU, Parmusi, PSII, dan Perti.
Sejak awal, PPP sudah terbiasa ditekan.
Di masa Orde Baru, mereka dipreteli simbolnya.
Ka'bah dilarang.
Diganti bintang.

Tapi mereka tidak menyerah.
Leluhur PPP sabar.
Mereka berjuang dengan ikhlas.
Mereka tahu, politik Islam harus tetap punya rumah.
Hingga Reformasi datang,
Ka'bah kembali berkibar.
Hijau kembali jadi kebanggaan.

Hari Ini: PPP yang Retak

Sayangnya, semua pengorbanan itu kini dicoreng kader sendiri.
Muktamar bukan ajang musyawarah, tapi arena gladiator.
Rebutan kursi Ketum seolah lebih penting dari marwah partai.
Publik disuguhi tontonan murahan.

Apakah elite PPP lupa sejarah?
Lupa bahwa lambang Ka'bah dulu diperjuangkan dengan air mata?
Lupa bahwa PPP adalah warisan darah, bukan sekadar tiket kekuasaan?

Pertanyaan yang Tak Terhindarkan

Pertarungan ini murni aspirasi kader?
Atau ada tangan luar yang memang ingin PPP hancur?
Biar makin kecil.
Biar tak lolos pemilu.
Biar hilang dari peta politik nasional.

Editorial Tegas

PPP sedang mengkhianati dirinya sendiri.
Sejarah perjuangan diabaikan.
Kader lapis bawah diseret jadi penonton ribut elite.
Publik muak.
Umat kecewa.

Jika PPP tidak segera bersatu,
partai ini akan digilas zaman.
Kaabah tetap suci.
Tapi orang-orang yang berseteru di bawahnya,
akan dikenang hanya sebagai pengkhianat sejarah.

Wallahu a’lam.

2025/09/23

Ronit Ricci, Karyanya, dan Kontroversi di Indonesia

Beberapa hari terakhir, nama Ronit Ricci kembali ramai dibicarakan. Ia adalah seorang sejarawan asal Israel yang banyak meneliti tentang Islam di Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Ricci saat ini berafiliasi dengan Hebrew University of Jerusalem di Israel, dan juga pernah menjadi akademisi di Australian National University (ANU).

Karya Ricci yang paling dikenal adalah buku berjudul Islam Translated (diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul “Menerjemahkan Islam”).


Istimewa: Koleksi Feri Susanto

Buku ini membahas bagaimana teks-teks Islam berbahasa Arab diterjemahkan dan diadaptasi ke bahasa lokal seperti Jawa, Melayu, hingga Tamil. Lewat lensa ini, Ricci menggambarkan bagaimana Islam menyebar, bertransformasi, dan berinteraksi dengan budaya Nusantara.
Secara akademis, karyanya mendapat banyak penghargaan internasional. Misalnya, ia pernah menerima Benda Prize di bidang kajian Asia Tenggara, dan Best First Book Award dari American Academy of Religion.
Namun, di Indonesia, namanya tidak hanya dibicarakan karena karya ilmiahnya.
Kabarnya Ricci sempat diundang dalam sebuah acara akademik di Jakarta. Informasi ini memicu kontroversi dan penolakan dari sebagian umat Islam Indonesia, karena ia berasal dari Israel, dan otomatis diasosiasikan dengan isu Zionisme.
Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya (FIB) UI sendiri menegaskan bahwa mereka tidak pernah mengundang Ronit Ricci secara resmi. Logo UI disebut hanya “dicatut” oleh penyelenggara acara, yaitu Yayasan Manassa. Lihat link berikut: https://www.jpnn.com/.../dekan-fib-ui-tidak-pernah...
Di sini muncul dilema: di satu sisi, karya Ricci secara ilmiah membantu memahami sejarah Islam Nusantara. Tapi di sisi lain, ada sensitivitas besar di masyarakat Indonesia terhadap akademisi atau tokoh dari Israel, apalagi bila dianggap mewakili kepentingan politik tertentu.
---
Pandangan Saya
Sebagai pembaca, saya melihat karya Ricci menarik untuk dijadikan bahan refleksi, karena ia menyingkap bagaimana Islam di Nusantara bertumbuh melalui teks, bahasa, dan budaya lokal.
Namun, soal kehadirannya secara fisik di Indonesia, wajar bila ada penolakan publik karena isu geopolitik dan solidaritas pada Palestina.
Diskusi ini bisa jadi pengingat bahwa ilmu pengetahuan sering berjalan di jalur berbeda dengan politik. Tapi dalam realitas sosial, keduanya sulit dipisahkan.

Buku Karya Ronit Ricci yang cukup populer di Asia Tenggara


2025/09/19

Empati, Sinergi, Adaptasi: Kunci Sukses 20 Tahun di Dunia Customer Experience

foto: Istimewa

Selama lebih dari 20 tahun berkarier di bidang Customer Operation, saya berkesempatan belajar banyak hal. Bukan hanya dari principal, tetapi juga dari tim internal dan mitra BPO (Business Process Outsourcing) yang menjadi bagian penting dalam perjalanan ini.

Dari proses panjang tersebut, ada tiga pelajaran utama yang paling membekas dan terus relevan hingga hari ini:

1. Empati Adalah Kunci

Dalam dunia customer experience, kemampuan mendengar sebelum berbicara adalah keterampilan paling berharga. Dengan empati, kita memahami permasalahan pelanggan secara lebih utuh, sehingga solusi yang diberikan bukan sekadar jawaban, melainkan benar-benar kebutuhan mereka.

2. Sinergi Itu Energi

Customer Operation tidak bisa berjalan sendiri. Principal, internal team, dan mitra BPO bukanlah stakeholder yang berdiri terpisah. Mereka adalah satu ekosistem yang saling menguatkan.
Ketika sinergi terbangun, energi positif mengalir dan hasil kerja pun lebih maksimal.

3. Adaptasi Menjadi Skill Utama

Teknologi terus berubah, ekspektasi pelanggan semakin tinggi, dan tren industri bergerak cepat. Namun, ada satu kemampuan yang selalu jadi penentu: adaptasi.
Mereka yang mampu beradaptasi akan tetap relevan, bertahan, dan bahkan tumbuh di tengah perubahan.

Karier Bukan Soal Posisi, Tapi Kontribusi

Pada akhirnya, perjalanan ini mengajarkan bahwa karier tidak diukur dari seberapa tinggi posisi yang kita capai, melainkan dari kontribusi apa yang kita tinggalkan. Nilai itulah yang membentuk legacy kita di dunia kerja.

Inilah pesan yang sering saya bagikan kepada tim, terutama mereka yang baru memulai perjalanan karier di bidang Customer Operation:

“Bukan tentang seberapa cepat naik jabatan, tapi tentang seberapa besar dampak yang bisa kita berikan.”

Refleksi untuk Anda

Kalau dari perjalanan karier Anda sendiri, apa pelajaran paling membekas hingga hari ini?
Mari berbagi pengalaman agar semakin banyak profesional yang terinspirasi untuk tumbuh dan berkontribusi di bidang Customer Experience dan Operations.