Pada kesempatan ini, izinkan saya berbagi sebuah cerita ringan yang mudah-mudahan bisa menjadi cermin untuk diri kita pribadi, maupun untuk organisasi tempat kita berkarya. Harapannya, cerita ini bisa menggugah semangat untuk terus berubah… menjadi lebih baik.
Di sebuah kampung kecil yang tenang, hiduplah seorang petani sederhana bersama keluarganya. Seperti umumnya rumah di kampung itu, mereka tinggal di rumah panggung, rumah yang memiliki kolong cukup luas di bawahnya. Biasanya, kolong rumah dimanfaatkan untuk menyimpan alat pertanian. Tapi si petani ini punya ide lain: ia menjadikannya sebagai kandang kambing.
Jumlah kambingnya memang tidak banyak, tapi cukup untuk kebutuhan lauk sekeluarga sepanjang tahun. Bahkan kalau rezeki sedang baik, di bulan haji ia bisa menjual dua atau tiga ekor untuk kurban. Cukup menguntungkan.
Awalnya, keberadaan kandang kambing di kolong rumah itu cukup mengganggu. Istri dan anak-anaknya sering mengeluh, bau kambing menyengat sepanjang hari, belum lagi suara embikannya yang bersahutan, bahkan kadang-kadang tengah malam. Tidur jadi tidak nyenyak, makan pun kurang selera.
Tapi itu dulu.
Lama-kelamaan, mereka mulai terbiasa. Bau khas kambing tak lagi terasa. Suara embikannya seperti musik latar yang mengiringi hari-hari mereka. Tidak ada lagi yang mengeluh. Semua sudah "nyaman". Hidup kembali normal… setidaknya menurut mereka.
Hingga suatu hari, keluarga si petani pergi menghadiri pesta pernikahan ke kampung sebelah. Kebetulan yang menikah adalah keponakan mereka sendiri, jadi bukan hanya sekadar tamu, mereka juga ikut membantu sebagai panitia. Selama tiga hari tiga malam, mereka larut dalam suasana bahagia. Pesta berlangsung meriah. Para tamu berpakaian rapi, harum semerbak parfum di mana-mana, dan rumah penuh tawa serta kegembiraan.
Tidak ada kambing. Tidak ada bau amis. Tidak ada suara embik.
Setelah pesta usai, mereka pun pulang. Baru saja menginjak halaman rumah, anak dan istri si petani sudah saling pandang. Ada sesuatu yang terasa janggal. Mereka mengendus. Meringis.
"Bau kambingnya… menyengat banget, ya?"
Begitu masuk ke rumah, suara embikan kambing menyambut mereka. Tapi kali ini bukan seperti musik latar, melainkan seperti konser tak diundang yang memekakkan telinga.
Tanpa banyak kata, anak dan istrinya langsung “kompak” mengeluarkan ultimatum,
“Ayah, kandang kambingnya harus dipindah. Hari ini juga.”
Dan begitulah, setelah bertahun-tahun dianggap biasa, hanya dalam tiga hari pancaindra mereka kembali “terjaga”.
Sensitivitas mereka kembali normal.
Bau yang dulu tak terasa, kini mengganggu.
Suara yang dulu dianggap biasa, kini jadi bising.
Kandang kambing pun akhirnya dipindahkan ke belakang kebun.
---
Moral lesson:
Cerita ini mungkin terdengar sepele. Tapi sesungguhnya menyimpan pesan yang sangat penting.
Sering kali dalam hidup dan pekerjaan, kita terbiasa dengan kondisi yang tidak ideal. Kita hidup dalam "bau kambing" dan suara "embikan" setiap hari, sampai akhirnya tak terasa lagi. Kita bilang,
“Ini sudah biasa.”
“Memang dari dulu begini.”
“Lama-lama juga terbiasa kok.”
Tapi terbiasa bukan berarti baik.
Dan diam di zona nyaman bukan berarti kita sedang di tempat yang tepat.
Kadang, kita perlu keluar sebentar. Melihat dari luar. Menghirup udara yang lebih segar. Mengalami cara hidup atau cara kerja yang berbeda. Supaya kita sadar… bahwa kita bisa lebih baik.
Dan hanya dengan keluar dari rutinitas itu, kita bisa melihat bahwa bau yang dulu tak tercium… ternyata sangat menyengat.
Suara yang dulunya dianggap biasa… ternyata sangat mengganggu.
Perubahan tidak selalu tentang hal besar.
Kadang, cukup ambil jarak sejenak.
Menata ulang kebiasaan.
Mengembalikan standar kita pada titik yang lebih sehat.
Lebih sadar.
Lebih baik.
Sebab seperti kata pepatah,
"Kebiasaan yang buruk, kalau diteruskan, akan terasa seperti kebenaran."
Jangan biarkan “kandang kambing” menghalangi kita dari pertumbuhan yang lebih sehat.
Untuk diri sendiri, untuk tim, dan untuk organisasi.
To change being better!
Terimakasih,
No comments:
Post a Comment